Wednesday, July 22, 2020 0 comments

Jalan Terbuka Materialisme Historis

            Setelah beberapa bulan membahas krisis COVID-19 dan Gerakan Black Lives Matter, kali ini saya baru berkesempatan untuk memberikan tanggapan atas analisis yang sangat apik dari Hendra Manggopa. Alangkah bahagianya ketika mengetahui bahwa tulisan saya dibaca dan ditanggapi oleh salah satu intelektual libertarian kanan Indonesia yang ahli dalam tradisi pemikiran Mazhab Austria.

Dalam tulisan di website Suara Kebebasan yang berjudul Jalan Buntu Materialisme Historis, Hendra Manggopa mengupas cara berpikir khas Marxian yaitu materialisme historis. Selain itu, dia juga meringkas soal bagaimana masyarakat kapitalisme dijelaskan lewat Das Kapital Volume I (1867) oleh Marx. Rangkuman apik ini bersepakat dengan analisis libertarian kanan Djohan Rady, Marxisme: Narasi Ideologis yang Tak Faktual bahwa menurutnya Marxisme adalah narasi ideologis ketimbang kajian sosial ilmiah yang mempunyai basis material dan empiris. Klaim inilah yang kiranya menarik untuk dibahas.

Thursday, July 16, 2020 0 comments

Siapakah Lumpen-proletariat?

 RAKYAT miskin, terutama mereka yang tidak menjadi bagian dari kelas pekerja, merupakan salah satu objek diskusi yang mungkin masih penuh dengan ketidakjelasan dalam tradisi Marxisme (lihat Bussard 1987; Draper 1972). Ini terutama terkait dengan ekspresi politik mereka, yang dalam tulisan Karl Marx dan Friedrich Engels sering disebut dengan nada negatif dan peyoratif sebagai lumpen-proletariat. Pengertian umum, terutama yang mengacu pada Manifesto Komunis (1848), amat tegas menyebutkan lumpen-proletariat sebagai kelas yang reaksioner, konservatif, dan berbahaya bagi perjuangan kelas karena mereka mudah disuap untuk mendukung kepentingan kelas kapitalis. Tapi apa dan siapa sebenarnya yang disebut oleh Marx sebagai lumpen-proletariat? Mengapa Marx dan Engels amat sinis menjelaskan peran politik lumpen-proletariat dalam masyarakat kapitalis?

Para teoretisi Marxis selama ini telah keliru memahami lumpen-proletariat sebagai kelompok sosial (underclass, non-kelas) dengan bentuk keagenannya yang spesifik, yakni yang reaksioner dan berbahaya. Kekeliruan itu sama persis dengan pandangan yang secara eksklusif menempatkan kelas pekerja sebagai agen transformatif yang utama dan satu-satunya.

Friday, July 10, 2020 0 comments

Marxisme dan Neurosains

  

APA yang ada di bayangan kamu ketika mendengar neurosains? Sebelum mengetahuinya dari dosen dan teman sekampus, saya pasti berpendapat bahwa itu adalah semacam ilmu pengetahuan eropa. Karena euro dan sains, lalu huruf n-nya kira-kira apa ya? Intinya tidak semua orang mengetahui neurosains. Bukan karena tidak gaul atau kurang update. Tapi memang ilmu ini belum menjadi salah satu bahasan utama di masyarakat kita, khususnya Indonesia. Padahal kajian ini cukup seru dan penting. Pernahkah kalian tahu jikalau jantung kita itu dikendalikan oleh bagian otak yang bernama medulla oblongata? Atau kesadaran dan tidur kita dikendalikan oleh bagian otak yang bernama thalamus? Lewat neurosains inilah hal-hal aneh tersebut dibahas. Apa Anda tertarik? Atau tidak sama sekali? Kalau tidak tertarik lebih baik lanjut lagi scroll Twitter atau Instagram Anda.

Thursday, July 2, 2020 0 comments

Marxisme dan Meditasi

 

APAKAH ada di antara Anda yang mengatahui soal meditasi atau bahkan pernah bermeditasi? Ya, betul. Duduk bersila, memangku tangan di pangkuan, memejamkan mata sambil mengatur nafas pelan-pelan. Jika belum pernah mencoba, barangkali Anda minimal pernah mengetahuinya. Jika kurang jeli, mungkin terlihat sedikit tak berbeda dengan berdoa, bertapa atau mungkin tertidur. Padahal sebenarnya sungguh berbeda. Meditasi dalam KBBI didefiniskan menjadi pemusatan pikiran dan perasaan untuk mencapai sesuatu. Secara umum, meditasi merupakan praktik seorang individu atau kelompok dengan menggunakan berbagai Teknik. Misalnya dengan penuh perhatian, memfokuskan pikiran, atau mengamati suatu objek sepenuhnya dalam melatih kesadaran hingga mampu mencapai ketenangan fisik dan batin. Praktik ini telah lazim digunakan dalam budaya timur sejak sebelum masehi, khususnya di India lewat tradisi Hindu dan Buddha. Para Sadhu-Sadhvi dan Bhiksu-Bhiksuni masih mempraktikannya sampai hari ini. Tujuannya tentu saja untuk mendapatkan ketenangan batin dan mencapai suatu pencerahan.

 
;