Wednesday, May 31, 2017

Pancasila Adalah Salah Satu Ideologi Kiri


Beberapa waktu lalu, banyak pengkritik Marxisme yang vulgar menyatakan bahwa kebangkitan Marxisme – Leninisme di Indonesia dianggap sebagai awal dari kehancuran Pancasila itu sendiri. Banyak yang menyatakan bahwa apa yang dilakukan para Marxis di Indonesia adalah ingin mengganti ideologi Pancasila menjadi Marxisme – Leninisme. Banyak pula yang serampangan mengatakan bahwa para Marxis di Indonesia sedang mempersiapkan diri tuk mengulang sejarah masa lalu yaitu untuk menghancurkan sendi-sendi Pancasila dengan revolusi.
Menurut anggapan mereka, apa yang dilakukan oleh PKI, SR, FDR, dan beberapa serikat yang tergabung ke dalam aliansi organisasi Marxis di Indonesia adalah untuk meruntuhkan Pancasila. Padahal tidak demikian, Pancasila adalah suatu ideologi yang sempurna. Menurut para pakar, Pancasila bukan berdiri diantara Liberalisme-Kapitalisme dengan Sosialisme, melainkan bahwa Pancasila merupakan bagian cabang dari ideologi kiri yang berkembang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. Seperti halnya Juche, Pancasila hanya cocok di terapkan dalam negara Indonesia sebagai ideologi transisi menuju pelenyapan negaranya.

Pancasila mempunyai kelima sila yang memang merupakan gabungan dari para pemikir Indonesia kala itu. Ketika Soekarno sebagai bapak bangsa menyatakan bahwa Marhaenisme merupakan ideologi dari Indonesia, Pancasila merupakan bentuk penerapannya. Pancasila merupakan perpanjangan dari asas bangsa yaitu “gotong royong”. Soekarno menyatakan bahwa Nasionalisme, Agama, dan Marxisme merupakan satu kesatuan ideologi yang cocok di terapkan di Indonesia.
Pancasila mengandung dari ketiganya. Menurut Soekarno, Marxisme yang relevan dengan zaman sekarang adalah Marxisme yang Nasionalis dan kaum Islam yang mengikuti perkembangan zaman adalah kaum Islam yang pemikirannya rasional serta bisa berjalan beriringan dengan Marxisme. Hal ini kita perlu analisis kembali terkait dengan pemahaman Pancasila sebagai salah satu ideologi kiri. Sebelumnya, kita menganalisis kelima sila Pancasila yang merupakan bagian dari pemikiran para tokoh pergerakan nasional yang kepincut Marxisme.
Pancasila terdiri dari lima sila yang merupakan bangunan dasar dari segala pandangna hidup bangsa Indonesia. Kelima sila tersebut adalah :
1.            Ketuhanan yang Maha Esa
2.            Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3.            Persatuan Indonesia
4.            Kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5.            Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Ketika kita perhatikan kelima sila tersebut, maka kita bisa menyimpulkan bahwa tidak ada hal yang mengandung asas Marxisme sama sekali. Namun, sekali lagi kita analisis lebih jauh lagi soal kelima sila tersebut.

Indonesia Merupakan Negara yang Berketuhanan yang Maha Esa
Sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa” merupakan asas Ketuhanan. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang mempunyai Tuhan. Bangsa Indonesia bukan bangsa yang Atheis atau tidak beragama. Ketuhanan merupakan sendi utama dari kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini berkaitan dengan moral. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang bermoral adalah bangsa yang di atur dan dibatasi gerak, sikap, dan perilakunya oleh peraturan Ketuhanan atau keagamaan. Bahkan, prinsip utama bangsa yaitu ‘gotong royong’ berasal dari kerukunan masyarakat yang mempunyai moral Ketuhanan. Perlu di tegaskan disini, seseorang yang mempunyai Tuhan, tidak perlu beragama dan seseorang yang beragama bahkan bisa saja tidak mempunyai Tuhan. Maka agama yang diterima oleh bangsa adalah agama yang mempunyai Tuhan yang Maha Esa atau lebih tepatnya lagi agama yang paling rasional dari agama yang ada. Bangsa Indonesia memahami bahwa, Ketuhanan yang Maha Esa merupakan hal yang rasional karena segala material yang ada dalam alam semesta hanya di atur oleh satu Tuhan saja, bukan oleh banyak Tuhan yang menimbulkan pertentangan kebijakan Ketuhanan yang menimbulkan kebingungan di kalangan ciptaanNya.
Dalam masyarakat yang berKetuhanan yang Maha Esa, moral merupakan prinsip utama dalam kehidupannya. Tiada agama yang tidak mengajarkan moral, namun bukan berarti orang tidak beragama juga tidak bermoral. Perlu di tekankan bahwa bangsa Indonesia tidak menerima sama sekali masyarakat yang tidak mempunyai Tuhan. Sebisa mungkin, masyarakat mereduksi Atheisme sebagai sumber kehancuran moral bangsa, walaupun kita mengetahui tidak semua orang Atheis itu tidak bermoral.
Kebebasan dalam beragama perlu di junjung tinggi sebagai prinsip utama dari toleransi. Kegotong royongan Indonesia dibangun juga berdasarkan toleransi antar umat beragama yang tercipta dari masyarakat yang heterogen seperti bangsa Indonesia. Bentuk masyarakat Indonesia yang notabene merupakan masyarakat komunal mengandung heterogenitas kepercayaan tradisional Monotheistik ataupun semi Monotheistik merupakan masyarakat yang dibangun berdasarkan aturan moral serta toleransi yang kuat sehingga tidak heran bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat berKetuhanan yang heterogen. Bentuk Tuhan dari masing-masing kepercayaan memang berbeda, namun aturan moral tetap sama. Hal ini lah yang menyatukan masyarakat. Perekat itu diperkuat dengan adanya toleransi antar umat beragama.

Humanisme Bangsa Indonesia
“Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” merupakan bentuk dari Humanisme bangsa. Pancasila mempunyai asas Humanisme nya sendiri yang sesuai dengan kondisi bangsa. Humanisme yang dimaksud adalah humanisme yang dibangun berdasarkan hak asasi kolektif masyarakat, bukan hak asasi manusia yang berbentuk individual. Masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi nilai gotong royong merupakan masyarakat yang menjunjung tinggi Humanisme Sosial. Hal ini berarti menyiratkan bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang menganut keseluruhan prinsip Sosialisme, bahkan Humanismenya itu sendiri.
Bentuk keadilan dan keberadaban yang dimaksud adalah bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang adil dalam pemerataan ekonomi sosial serta bangsa yang menjunjung tinggi adab. Adab tersebut lahir dari hak asasi yang kolektif serta moral yang telah dijelaskan di awal. Aturan adab tersebut berdasarkan aliran kepercayaan suku masing-masing. Namun saya menekankan bahwa walaupun proses pembentukan moral dan adab di setiap kepercayaan berbeda-beda, namun tujuannya tetap sama yaitu menciptakan masyarakat yang patuh terhadap norma yang ada. Norma bangsa yang dimaksud ada 4 yaitu norma Ketuhanan, sosial, hukum, dan susila. Norma tersebut disepakati oleh anggota masyarakat untuk menjaga sikap dan perilaku anggota masyarakat dalam beraktivitas.
Ketika masyarakat Indonesia telah berhasil menegakkan adab dan moral yang benar, maka yang tercipta adalah bentuk masyarakat yang memanusiakan manusia. Konsep tersebut sama dengan konsep alienasi dalam Marxisme. Marx menyatakan bahwa untuk keluar dari alienasi, hubungan antar manusia bukan lagi sebagai bentuk hubungan antar material namun harus hubungan antar manusia, memanusiakan manusia. Ketika hubungan tersebut sudah merupakan bentuk hubungan sosial, manusia berhasil menjalankan fungsinya sebagai makhluk sosial. Makhluk yang menjunjung tinggi norma, moral, serta kolektivitas di atas segalanya. Humanisme yang diterapkan bangsa menempatkan manusia di posisi tertinggi dari segala material yang ada. Manusia yang menggunakan nalarnya untuk menciptakan kesadaran sosial yang tinggi, bukan manusia yang menggunakan nalarnya untuk mencari keuntungan yang sebanyak-banyaknya.
Humanisme bangsa juga mengatur hubungan manusia sebagai makhluk sosial dengan alam sebagai tempat ia bertahan hidup. Manusia dan alam merupakan satu kesatuan material yang bersimbiosis mutualisme. Manusia bukanlah makhluk yang hidup sebagai parasit terhadap alam, melainkan harus saling menguntungkan. Ketika salah satu tidak seimbang, yang terjadi adalah bentuk pemberontakan dari salah satu pihak. Manusia atau alam akan mengalami bencana yang tidak tertanggulangi akibat ketidakseimbangan dalam hubungannya. Bisa disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat humanis yang menjunjung tinggi kelestarian alam.

Nasionalisme dan Persatuan
Sila ketiga berbunyi “Persatuan Indonesia” merupakan satu-satunya asas Nasionalisme yang disebutkan secara tersurat dalam Pancasila. Menurut Soekarno, bangsa yang menjunjung tinggi Nasionalisme adalah bangsa yang tinggi peradabannya, bangsa yang berhasil melepaskan diri dari segala bentuk Imperialisme atau Kolonialisme. Kita sama-sama mengingat masa lalu bahwa ketika muncul kesadaran Nasionalisme di berbagai bangsa di dunia, maka bangsa-bangsa tersebut berusaha untuk melepaskan diri dari para penindas dan penghisap yang tidak manusiawi. Bangsa yang mempunyai kesadaran Nasionalisme tinggi adalah bangsa yang berhasil bebas dari alienasi atau keterasingan individual.
Soekarno juga menyebutkan bahwa Nasionalisme Indonesia bukan Nasionalisme yang Chauvinisme atau Fasisme. Kita sama-sama mengetahui bahwa bentuk Fasisme merupakan salah satu bentuk dari Ultra-Nasionalisme. Ultra-Nasionalisme benar-benar menciptakan kelas-kelas dalam bangsa. Faktanya bahwa Fasisme yang sangat mengagungkan rasnya akhirnya menganggap ras lain sebagai sampah. Itulah yang terjadi pada Jerman ketika pada masa Hitler atau Italia pada masa Mussolini. Fasisme telah menciptakan perang antar bangsa.
Lalu Nasionalisme kita ini Nasionalisme yang seperti apa ? Nasionalisme kita adalah Sosio-Nasionalisme, Nasionalisme yang menjunjung tinggi asas Sosialisme. Walaupun Marxisme merupakan suatu ideologi yang bersifat Internasionalisme, namun Marxis yang relevan dengan keadaan zaman yaitu Marxis yang Nasionalis. Marxis yang membangun bangsanya baru bergabung dengan bangsa lain tuk membentuk federasi sosial. Seperti halnya Soekarno, Tan Malaka juga demikian. Tan Malaka adalah seorang Marxis yang nasionalis. Saya bahkan tidak sependapat dengan Musso yang terlalu memaksakan Internasionalisme kepada bangsa.
Kita beralih dari Nasionalisme, jika kita menganalisis bagaimana historis dari Nasionalisme Indonesia itu sendiri secara sifat dan sikap masyarakat. Nasionalisme lahir dari masyarakat komunal yang bergotong royong seperti halnya bangsa Indonesia. Nasionalisme tersebut adalah Nasionalisme yang bermoral dan tercipta sebagai bentuk dari sifat sosial masyarakat itu sendiri. Berkaitan dari konsep alienasi dalam Marxisme, Nasionalisme yang tercipta merupakan Nasionalisme yang humanis, Nasionalisme yang keluar dari keterasingan individual. Keterasingan individual tidak akan menciptakan kesadaran untuk berNasionalisme, keegoisan manusia yang akhirnya menciptakan masyarakat Kapitalisme merupakan musul dari Nasionalisme itu sendiri. Kesimpulannya bahwa baik Marxisme maupun Nasionalisme adalah musuh utama dari Kapitalisme-Liberalisme. Masyarakat Indonesia bukanlah masyarakat yang Liberal, namun masyarakat yang mempunyai kesadaran Nasionalisme yang menjunjung tinggi nilai-nilai Sosialisme dalam kehidupannya.

Demokrasi Indonesia dan Marxisme
Hal inilah yang membuat Pancasila secara sekilas menjadi bagian dari Sosial Demokrat. Namun, sebenarnya demokrasi Indonesia yang tertuang dalam sila ke – 4 dari Pancasila merupakan Demokrasi yang lebih dari itu. Kebebasan dalam berpolitik di Indonesia sangat di junjung tinggi. Masyarakat Indonesia yang berprinsip gotong royong merupakan masyarakat yang mempunyai hak menyatakan pendapat dalam menentukan kebijakan yang pantas di terapkan dalam masyarakat. Pemaksaan pendapat individual merupakan suatu bentuk pengkhianatan demokrasi. Pendapat tersebut harus disetujui secara kolektif oleh anggota masyarakat.
Dalam perspektif Marxisme, kaum proletar mempunyai hak kebebasan yang tiada berbatas dalam menyatakan pendapatnya dalam dewan selama pendapat tersebut bisa menyejahterakan masyarakat. Hak kebebasan berpendapat tersebut tentu di kontrol penuh oleh partai sebagai institusi yang mempunyai kecerdasan politik yang tinggi. Dewan yang terdiri dari proletariat harus di didik secara politik sehingga bisa mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang memang dapat membawa masyarakat ke kesejahteraan. Negara sebagai alat politik harus di pimpin oleh musyawarah, bukan di pimpin oleh individual saja (misalnya presiden, ratu, dan lainnya). Negara haruslah merupakan negara kerakyatan, negara yang menjunjung tinggi demokrasi kerakyatan. Ketika kebijakan-kebijakan rakyat berhasil menghapus segala bentuk borjuasi di masyarakat, maka secara otomatis sifat politik dalam negara dapat hilang seiring terhapusnya kelas-kelas.
Demokrasi yang demikianlah yang dianut masyarakat Indonesia. Demokrasi kerakyatan yang tentunya berbeda dengan Demokrasi Sosial apalagi Demokrasi Liberal ala Amerika Serikat. Dalam Demokrasi Kerakyatan, rakyat benar-benar berperan penuh dalam mengatur negaranya dalam prinsip musyawarah atau perwakilan dalam dewan musyawarah. Negara Indonesia yang dibangun dalam prinsip gotong royong, maka dalam demokrasinya harus bersifat gotong royong juga. Seperti halnya masyarakat komunal yang di cita-citakan Marx, maka masyarakat Indonesia harus kolektif dalam membangun demokrasinya.
Demokrasi kita juga bukan merupakan demokrasi yang multipartai seperti halnya Demokrasi Liberal. Demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang berpartai tunggal dengan bentuk kebebasan berpendapat dalam dewan yang di kontrol partai. Sistem multipartai yang dibangun oleh para borjuis dapat mengakibatkan pecahnya persatuan masyarakat itu sendiri. Asas Indonesia yang bersifat Sosialisme akan bertransformasi menjadi masyarakat Liberal. Akibatnya, kebanyakan partai hanya mengurusi perkembangan partainya daripada perkembangan negaranya. Hal inilah yang menimbulkan banyaknya pertentangan antar partai yang mewakili masyarakat. Tidak heran dalam Demokrasi Liberal banyak terjadi konflik antar partai. Bahkan di Indonesia sendiri, konflik antar partai bahkan terjadi di tubuh Dewannya itu sendiri.
Demokrasi Liberal sungguh merupakan suatu bentuk kehancuran Nasionalisme. Tidak heran bahwa banyak para pakar ahli politik menilai demokrasi yang terjadi di Indonesia di masa kini adalah demokrasi yang kebablasan. Sudah saatnya Indonesia kembali ke konsep awal masyarakatnya yaitu gotong royong, maka demokrasi yang kita pilih merupakan demokrasi kerakyatan yang berasaskan Sosialisme, bukan demokrasi Liberal yang bahkan bertentangan dengan prinsip gotong royong itu sendiri.

Indonesia : Negara yang Berkeadilan Sosial
Sila kelima Pancasila jelas secara tersurat sangat berkaitan dengan Sosialisme Ilmiah. Keadilan sosial yang dimaksud merupakan keadilan kolektif yang sesuai dengan moral yang sudah dijelaskan di atas. Keadilan sosial tersebut yang akhirnya akan akan menciptakan hukum yang di atur sesuai keadaan moral masyarakat. Masyarakat Indonesia sangat menjunjung tinggi keadilan yang demikian.
Dalam prosesnya, keadilan sosial tidak terbentuk begitu saja. Keadilan sosial itu sendiri tercipta ketika masyarakat sudah berprinsip gotong royong dan mempunyai aturan moral yang terikat dalam Ketuhanan. Keadilan yang melalui proses demikian akan mencapai tahapan keadilan sosial yang merupakan bentuk sempurna dari keadilan itu sendiri.
Kita sama-sama mengetahui bahwa jika suatu masyarakat menjunjung tinggi hukum, maka keadilan akan diabaikan, dan jika masyarakat itu menjunjung tinggi keadilan, maka hukum akan dipertanyakan. Namun, jika kita membangun keadilan secara kolektif, bukan tidak mungkin hukum yang adil itu sendiri tercipta. Namun yang masih menjadi polemik sekarang ini adalah institusi atau lembaga hukum yang ada menerapkan hukum yang tidak adil, tidak heran banyak orang mulai luntur kepercayaannya pada institusi hukum yang demikian.
Dalam perspektif Marxisme, keadilan merupakan basis utama dari masyarakat yang berasaskan Sosialisme. Keadilan tersebut di peroleh dengan revolusi, bukan dengan cara lunak. Hal ini telah diterapkan oleh bangsa Indonesia ketika mereka berhasil melepaskan dirinya dari penindasan. Kekerasan menjadi jalan terakhir dari menciptakan keadilan sosial. Keadilan sosial yang tercipta akan menciptakan pemerataan sosial dan akhirnya akan membangun masyarakat Sosialisme yang di idam-idamkan. Tentunya tahapan-tahapan tersebut melalui metode sehingga Keadilan sosial yang tercipta merupakan keadilan sosial yang ilmiah.

Kesimpulan
Jelas dalam keterangan-keterangan di atas, terdapat hubungan yang erat antara Pancasila dengan Marxisme. Para penggagas Pancasila memang mengarahkan Pancasila sesuai dengan prinsip utama masyarakat Indonesia yaitu ‘gotong royong’. Prinsip tersebut juga merupakan basis dasar dari Marxisme itu sendiri. Dari keterangan di atas juga bisa diambil kesimpulan bahwa Pancasila yang merupakan sebuah pandangan hidup mengambil banyak teori-teori Marxisme. Bahkan secara keseluruhannya, Pancasila yang di reduksi menjadi Tri Sila oleh Soekarno sendiri mengandung asas Sosialisme yaitu Sosio-Nasionalisme, Sosio-Demokrasi, dan Ketuhanan. Hal ini dimaksudkan agar bangsa Indonesia bisa menjadi bangsa yang Sosialis dan sesuai dengan asas-asas Marxisme dan Ketuhanan.
Penjelasan-penjelasan singkat tersebut juga merupakan kritik atas kritik Marxisme yang hendak meruntuhkan eksistensi Pancasila di Indonesia itu sendiri. Saya secara pribadi bahkan tidak ingin menghancurkan Pancasila, namun hanya ingin mengembalikan Pancasila ke ajaran murninya seperti yang di gagas para tokoh pergerakan nasional. Pada kenyataannya, para penggagas Pancasila juga merupakan orang-orang yang notabene banyak meminjam teori Marxisme untuk melakukan revolusi skala nasional. Perlu di tekankan lagi, bahwa Pancasila merupakan bagian dari ideologi Sosialisme Ilmiah, bukan Sosialisme Utopis. Karena untuk menuju masyarakat yang Pancasilais, tahapan atau metode tertentu bahkan di jelaskan secara singkat oleh para penggagasnya. Pancasila menjadi suatu ilmu yang di dasari oleh filsafat, bukan sekedar cita-cita atau impian belaka.

0 comments:

Post a Comment

 
;