Wednesday, July 26, 2017 0 comments

Pemimpi Revolusioner


Setelah menyaksikan Bolshevik memenangkan pertarungan kelas di Rusia pada 1917, lalu Kunchantang di China pada 1949 dan terakhir ialah partisan Fidel Castro serta Che Guevara di Kuba pada 1950an akhir, kita saksikan kaum reaksioner berhasil memenangkan pertarungan kelas di Indonesia pada 1965. Namun, bukannya kelas proletar yang menang, kaum militer dan birokrat berhasil menindas sekali lagi hingga kini. Kini-50 tahun setelah peristiwa kemenangan itu-kita terpaksa patut gembira atas darah yang tertumpah. Darah yang berjuang untuk kebebasan dan keadilan sosial.
Kaum Libertarian boleh bersorak gembira karena Sosialisme hangus di Indonesia, namun mereka tak sadar bahwa apa yang mereka lakukan ialah tidak lebih seperrti penari sundal yang menari karena merasa suci dan terbebas dari dosa. Lebih lagi kaum agamawan yang mendewakan surga akhirat, ia lupa tugasnya sebagai khalifah di bumi. Mereka berhasil meninakbobokan kesadaran kelas pekerja buruh, tani, dan nelayan. Kini-setelah para pelopor mati dibredel peluru panas aparat-kita hanya bisa bernyanyi ‘darah juang’ untuk menghormati mereka yang telah berjuang menuntut kebebasan. Selebihnya kita hanyut dalam hegemoni Kapitalisme. Sayangnya, kita tidak pernah sadar bahwa Gramsci pernah berkata seperti ini saat rezim Fasisme Italia berdiri sebagai pembela teori evolusi yang paling gigih. 
Wednesday, July 19, 2017 0 comments

Kritik Kritis Frontal


Persoalan kritik menjadi biang dari beberapa peristiwa besar. Misalnya ialah kritik Marx terhadap Kapitalisme, kritik Reagen terhadap Stalin, atau bahkan kritik mahasiswa terhadap pemerintah. Beberapa dari kritik yg kritis bahkan mampu menjadi arah penentu masa depan dari pertentangan manusia. Inilah mengapa kritik Marx menjadi pegangan bagi kaum Komunis sedunia, kritik Syafi'i terhadap Syi'ah Rafidah juga menjadi sumber fiqh yg absah. Lain lagi dengan persoalan kritik Ibn Rusyd terhadap Al Ghazali. Tetapi inti dari semuanya bermuara pada satu kesimpulan yg cukup Darwinis, yaitu "siapa yg kuat bertahan, ia yg memegang kendali". Inilah mengapa kebenaran yg pada mulanya terasing juga akan bermuara pada kemenangan.
Tetapi persoalan dari catatan ini bukanlah kausalitas kritik, namun sifat dari kritik itu sendiri. Jika boleh mengambil dari perspektif yg empiris, kritik yg frontal selalu menang pada akhirnya jika ia di dukung dengan analisa yg baik, namun nasib buruk dapat menimpa kepada yg empunya kritik ketika ia masih saja terasing dalam hal mempertahankan pendapatnya. Tan Malaka adalah seorang pengkritik sejati dan ia tetap terasing hingga mati, tetapi ajarannya hidup hingga kini. Persoalannya, kritik Tan Malaka adalah salah satu contoh bagaimana penyampaian kritik frontal itu.
Saturday, July 15, 2017 0 comments

​Gerakan Kiri Tidak Berakhir, Kawan! Hanya Butuh Rehabilitasi Teori dan Praksis

Agaknya saya harus mengulang lagi soal bagaimana gerakan kiri terpelihara dengan dinamika yang begitu unik. Bagaimana tidak? Banyak orang percaya bahwa gerakan kiri hanyalah sekedar utopia para buruh, tani, dan rakyat miskin kota. Meminjam istilah Gramsci, kaum intelektualnya pun menyuntikkan kesadaran ideologis secara psikologis kepada mereka bahwa gerakan kiri bersifat Determinisme Ekonomi.
Padahal tidak demikian, kesalahan pemahaman terhadap filsafat 'leftish' menjadikan gerakan kiri jatuh ke jurang Ekonomisme. Inilah yang kemudian dikritik para pemikir Liberal, bahwa gerakan kiri terkesan penikmat dunia kesejahteraan utopis saja. Tapi mari kita analisis, apakah Fukuyama berkata benar? Atau justru Karl Marx dan George Lukacks lah yang berkata benar.
'The End of History' karangan Fukuyama hanya mengambil analisa dari konteks perpolitikan perang dingin yang memenangkan kaum Liberal. Padahal kalau kita mau mengambil analisis yang tepat, bukan politik yang menjadi titik acuan kemenangan atau kekalahan gerakan kiri, melainkan corak produksi dan watak sosial dari masyarakat itu sendiri. Apakah perpolitikan berskala besar seperti runtuhnya Uni Soviet dapat menghancurkan Komunisme? Ini hanyalah pertanyaan bodoh yang sangat vulgar, karena pada dasarnya, Komunisme dikatakan kalah jika analisa Das Kapital tidak tepat menggambarkan kondisi masyarakat Kapitalisme dan perkembangannya sejak masa purba.
Tuesday, July 4, 2017 0 comments

Sarekat Islam Semarang Dibawah Kepemimpinan Semaun


Semaun Dan Sedikit Mengenai Sarekat Islam
Semaun, nama tersebut dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu pendiri aliran Komunisme pribumi di Indonesia. Karena dari tangannya lah, Komunisme di Indonesia berkembang begitu pesat hingga keruntuhannya di tahun 1965. Semaun bersama Darsono, pertama kali memimpin Sarekat Islam seksi Semarang tahun 1917. Berkat kepiawaiannya, Sarekat Islam Semarang menjadi organisasi revolusioner pertama yang beranggotakan pribumi di Indonesia disamping ISDV.
Tetapi Semaun tidaklah sendiri, Sneevliet adalah orang yang pertama kali menyebarkan paham Komunisme di Indonesia bersama para bekas anggota SDAP dari Belanda. Selain, itu terdapat Adolf Baars yang merupakan seorang jurnalis yang pandai bahasa Jawa dan Indonesia. Pada 1917, Baars menjadi pionir dalam terbitnya koran sosialis pertama berbahasa Indonesia yang bertajuk Soeara Merdika. Maret 1918, Baars juga menerbitkan Soeara Ra’jat yang kelak menjadi jurnal teori PKI[1].
 
;