Pernahkah
anda jatuh cinta?Jika jawabannya “Ya” maka benar jatuh cinta adalah gejala
humanistis. Mengapa saya sebut sebagai sebuah gejala humanistis? Sebab saat
seseorang jatuh cinta maka kita akan menemukan sisi lain darinya. Ia bisa saja
melakukan hal-hal yang sangat tidak biasanya dilakukan, baik yang positif maupun
negatif. Di situlah muncul gejala-gejala humanistis dimana seseorang akan
semakin mengerti siapa dirinya yang sesungguhnya. Setidaknya hal itulah yang
saat ini saya rasakan dan sangat saya sadari. Itulah hakikat yang harus saya
tanamkan di dalam diri saya meskipun terkadang orang-orang di luar sana terlalu
munafik untuk mengakuinya, sebab mereka terkungkung oleh nilai-nilai yang
mereka cipatakan sendiri.
Ada
hal-hal yang tidak biasa ketika seseorang jatuh cinta. Hal-hal yang tidak bisa
ia jalani dengan semangat bisa ia jalani. Hal-hal yang rasa-rasanya tak mungkin
ia lakukan menjadi sangat mungkin dilakukannya. Hal-hal yang tak disukainya
bisa menjadi suka hanya dalam waktu singkat saja. Orang bisa saja tiba-tiba menangis,
tertawa, ataupun tersenyum-senyum sendiri. Logika bisa tertutup oleh fantasi,
alam bawah sadarlah yang kerapkali berfungsi. Semua bisa menjadi berbeda,
menjadi tak biasa.
Pernahkah
anda berpikir tentang banyaknya lagu, puisi, film, novel, atau karya sastra
lainnya yang bergenre cinta? Sampai saat ini bisa kita amati bahwa karya-karya
yang saya sebutkan di atas masih didominasi oleh tema cinta. Pernahkah anda sadari
jika itu adalah bagian dari gejala humanistis? Tendensi ini saya rasa lahir
dari kodrat dan kebutuhan-kebutuhan dasar yang akan selalu menyertai manusia,
baik secara sosial, psikis, maupun biologis.
Saya
sangat miris ketika menemukan golongan yang membuat cinta menjadi hal yang
tabu. Mengapa kita harus malu atau takut untuk mengakui kalau kita sedang jatuh
cinta? Padahal itu adalah kebutuhan mendasar yang setiap manusia memerlukannya.
Bagi saya pandangan mereka sangatlah tidak manusiawi ketika memaksakan setiap
orang untuk selalu memendam rasa cinta, menjauhkan cinta itu dari diri mereka
sendiri, mengkerdilkan cinta hingga mati dengan alasan nilai-nilai yang mereka
ciptakan sendiri untuk menjaga diri. Padahal saya sangat yakin jikalau nurani
tak pernah salah. Ia adalah cahaya yang akan selalu membimbing jalan kita sebab
tuhan menitipkan sifat-sifat ketuhanannya di dalam di diri kita. Menjaga diri
itu perlu, namun mengkerdilkan cinta dengan alasan menjaga diri bukanlah hal
yang tepat.