Wednesday, September 27, 2017 0 comments

Mengenal Materialisme dan Dialektika dalam Konteks Marxisme


Dewasa ini, banyak kaum Marxis vulgar yang memahami Marxisme sebagai ideologi yang mengajarkan revolusi ataupun dalam konteks politiknya saja. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang asal mengerti Marxisme sehingga karena mereka, akhirnya Marxisme jatuh ke lembah sasaran kritik vulgar yang sebenarnya mudah untuk di jawab, namun mereka akhirnya kalah pendapat. Mereka tidak memahami Marxisme secara keseluruhan, seseorang pernah berkata kepada saya bahwa untuk mempelajari keseluruhan dari sendi-sendi Marxisme di butuhkan waktu selama 20 tahun.
Sekilas pernyataan tersebut terlihat hiperbola, namun mungkin saja iya, karena untuk memahami Marxisme maka kita harus memadukan antara teori dengan praxis. Karena Marxisme adalah teori yang berdiri atas praxis, keberhasilan dari Marxisme di tentukan oleh praxis-praxis yang ada. Praxis dari Marxisme bukan sekedar revolusi atau mendirikan kediktatoran proletariat saja, namun lebih dari itu adalah menanamkan keseluruhan dari ajaran Marxisme ke dalam seluruh sendi kehidupan proletariat.
Untuk memahami hal demikian, maka kita harus menjadi seorang proletar terlebih dahulu, karena bagi seorang Borjuis, tidak mungkin bisa memahami Marxisme secara mendalam, hal yang demikian bisa menjerumuskan borjuis tersebut ke dalam pemikiran yang revisionis seperti halnya yang terjadi pada kebanyakan Marxis vulgar pada umumnya. Karena pada sesungguhnya Marxisme hanya di tujukan kepada kaum proletar saja sebagai pemegang amanat untuk menciptakan perdamaian tanpa kelas di seluruh dunia.
Tuesday, September 19, 2017 0 comments

Kritik Atas Penalaran Ide Para Kaum Idealisme

Kebanyakan orang hanya menulis filsafat berdasarkan teori filsuf lainnya atau sejarah dari teori tersebut. Di sini saya akan menjelaskan fenomena dan gejala menurut pendapat saya yang merupakan gabungan dari beberapa pendapat dari filsuf Materialis lainnya.
Secara singkat, fenomena adalah gejala-gejala yang tampak oleh hal ihwal keindraan, sedangkan gejala adalah kejadian atau peristiwa yang menjadi tanda akan timbulnya fenomena. Keduanya saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Selama beberapa abad para filsuf Materialis memakai kedua hal tersebut untuk menjelaskan bagaimana keadaan yang tidak pernah ditapaki manusia seperti luar angkasa dan mikrokosmik atom.
Mereka tidak berbicara seperti layaknya filsuf yang hanya memakai data-data untuk menjelaskan keadaan yang samar, mereka menjelaskan perubahan yang ada pada ketampakan samar tersebut. Tidak dalam keadaan yang mekanistik, melainkan dalam keadaan yang berdialektika. Fenomena dan gejala menjadi suatu bentuk penjelasan nonempiris yang paling menarik, karena kedua konsep itulah para filsuf Materialis menciptakan pendapat soal Tuhan, alam, atom, dan berbagai hal lainnya yang ketampakannya samar.
Sunday, September 17, 2017 0 comments

​ROSA LUXEMBURG DAN ANALISA MENGENAI KERUNTUHAN KAPITALISME

Rosa Luxemburg, nama ini sungguh masyhur seantero dunia. Jika seorang Marxis belum mengetahui sosok Rosa, maka ia perlu berpikir ulang untuk menyatakan dirinya sebagai marxis. Pemikirannya dianggap sangat radikal, bahkan ia tidak segan mengkritik Marx soal reproduksi kapitalisme dan juga menjadi pembela umum revolusioner dari serangan para reformis Eropa yang menelanjangi Marxisme secara dangkal. Teorinya yang paling berpengaruh namun luput dari perhatian kita ialah persoalan mengenai keruntuhan Kapitalisme.
Dalam bukunya, reformation or revolution, Rosa banyak mengkritik pandangan para reformis mengenai laju perkembangan Kapitalisme yang menggila. Bernstein sebagai seorang yang menjadi pionir dalam gerakan reformis bahkan menyatakan bahwa kapitalisme memperlambat keruntuhan dirinya dengan proses adaptasi. Adaptasi tersebut termanifestasikan dengan sirnanya krisis-krisis ekonomi global dengan berkembangnya sistem kredit, kerjasama organisasi-organisasi perusahaan (biasanya disebut kartel dan trust), komunikasi dan informasi yang disempurnakan, dan kesejahteraan yang diberikan kaum modal kepada para pekerja. Karena alasan itulah, Bernstein mengajukan realisasi Sosialisme dengan reformasi sosial. 
Namun, Rosa yang berpandangan revolusioner dengan jelas membantah semua analisa Bernstein itu dengan menyatakan teori Marxis itu benar dan revolusioner bukan reformis seperti para intelektual pengecut. Menurut Rosa, adaptasi Kapitalisme tersebut justru menuntun Kapitalisme ke titik kehancurannya. Ia memulai analisa kritiknya dengan menjabarkan bagaimana sistem kredit dapat memperlambat namun juga mempercepat keruntuhan Kapitalisme.
Monday, September 4, 2017 0 comments

AGAMA SASTRA


Sastra-ungkapan hati soal hakikat keadaan yang dituangkan dalam kata-kata ataupun tindakan yang penuh romantisme-memang mampu mengguncang kehidupan. Karena berawal dari sastra lah kita kan menemukan filsafat dan ilmu pengetahuan. Coba perhatikan bagaimana Homer menceritakan kisah Troya yang akhirnya menjadi sejarah tak terbantahkan ketika kota tersebut ditemukan reruntuhannya di pesisir Turki. Lalu seberapa pentingkah sastra kita ini? bagi para sastrawan, sastra adalah suatu agama yang mampu mengubah cara pandang kita terhadap dunia. Dalam dunia kata-kata yang bermakna dalam, kita bukanlah Islam, Kristen, Yahudi, ataupun Hindu dan Buddha karena agama-agama tersebut mempunyai klaim kebenaran absolut yang tak terinterpretasikan secara vulgar karena ada hukum Tuhan yang melarangnya. Agama-agama itu membatasi kita dalam mengungkapkan segala hal yang perlu diungkapkan karena kita takut akan neraka dan menginginkan surga.
Bukan surga itu yang kita inginkan, surga yang masih berbentuk khayalan para agamawan. Namun, surga kata-kata yang kita ciptakan sehingga membuat orang bisa merasakan apa yang kita rasakan. Bukan neraka itu yang kita takutkan, tetapi sebuah neraka yang membunuh kata-kata para sastrawan sehingga ia mampu tuk berkata “ketahuilah bahwa di alam kubur suaraku akan lebih lantang”. Agama itu cukuplah disimpan sebagai bentuk hubungan intim kita dengan Tuhan. Bagi kita, kebenaran yang absolut hanyalah milik para pengarang. Namun, kebenaran itu bisa berupa kebenaran parsial ketika ia diinterpretasikan oleh para penikmat karena sastra adalah hal yang paling universal yang pernah kita kenal.
 
;