November-anggapan kita bersama-adalah bulan
perjuangan, mengapa demikian? Mungkin karena kita memperingati satu hari dimana
Bung Tomo dan para pejuang lainnya berusaha mempertahankan Surabaya dari
serangan tentara NICA. Kita mengingat hal tersebut sebagai satu peristiwa
sejarah yang sangat penting karena banyak hal menarik yang terjadi saat itu,
misalnya adalah peristiwa pembunuhan Birgjen Mallaby dan peristiwa perobekan
bendera di Hotel Yamamato. Tetapi pernyataan yang menyebutkan November sebagai
bulan perjuangan tidaklah sedangkal itu. Setidaknya kita menyadari bahwa
simbolisasi tersebut menjadi perwakilan dari berbagai peristiwa perjuangan yang
terjadi selama masa revolusi nasional mempertahankan kemerdekaan.
Mengenang Revolusi
Nasional Indonesia
Mengapa harus revolusi nasional? Banyak orang
beranggapan bahwa nama tersebut agak berbau “kekiri-kiran”, tetapi revolusi
nasional bukanlah revolusi kaum kiri, melainkan revolusi yang melahirkan suatu
republik baru yang bebas dari penindasan yang diakibatkan oleh Imperialisme.
William Ogburn memberikan makna yang bagus dari kata “revolusi” yaitu, ruang
lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur budaya baik material maupun non-material
untuk menekankan pengaruh besar dari unsur-unsur budaya material dari elemen
non-material. Merujuk pada pernyataan tersebut, maka kita bisa simpulkan bahwa
revolusi nasional adalah merubah tatanan kebudayaan material lama yang masih
dikuasai pengaruh lama-dalam arti nasional-menuju kebudayaan baru yang bersifat
bebas dari penindasan Imperialisme.
Soekarno menyebutkan bahwa Indonesia harus melalui dua
tahap revolusi yaitu revolusi nasional-demokratis dan revolusi sosialis. pada
tahap pertama, rakyat Indonesia akan mempunyai tugas pokok yang utama yaitu
menghancurkan sisa-sisa Feodalisme dan Imperialisme di Indonesia. Revolusi pada
tahap ini bersifat nasional dan demokratis. Sifat nasionalnya terletak pada
tugas pokoknya menghancurkan Kolonialisme dan Imperialisme, sedangkan watak
demokratisnya terletak pada menghancurkan sisa-sisa kekuatan Feodalisme yang
bersifat otoritarian dan militaristik.
Bagaimana dengan revolusi nasional Indonesia? 17
Agustus 1945 menjadi tanggal awal dimulainya revolusi ketika Soekarno dan Hatta-atas
nama Bangsa Indonesia-memproklamirkan berdirinya Republik Indonesia dan
diakhiri dengan pengakuan kedaulatan oleh Kerajaan Belanda dalam sidang KMB
tahun 1949. Dalam waktu yang singkat tersebut, banyak peristiwa perjuangan yang
melibatkan unsur milisi rakyat dan pemerintah untuk mempertahankan kedaulatan
Indonesia melalui perjuangan diplomatik maupun perjuangan aksi massa. Dalam
perjuangan diplomatik kita mengenal peristiwa perundingan-perundingan seperti
Perundingan Linggarjati dan Perundingan Renville yang mempunyai pengaruh besar
terhadap perubahan wilayah geografis Indonesia. Dalam perjuangan aksi massa
kita mengenal berbagai macam pertempuran yang diprakarsai rakyat seperti
Peristiwa Bandung Lautan Api dan Peristiwa Pertempuran 10 November di Surabaya.
Para aktor revolusi nasional mempunyai tugas-tugas
mempertahankan republik dari kekuatan Imperialistik yang berusaha menguasai
kembali wilayah Indonesia, terutama Belanda dan Inggris. Beberapa dari mereka
banyak berpendapat bahwa aksi massa merupakan satu-satunya cara untuk
mempertahankan republik, salah satunya adalah Tan Malaka. Beliau berpendapat
dalam artikelnya-“Tiga Tahun Revolusi Indonesia”-dalam surat kabar Partai
Moerba yang terbit 17 Agustus 1948:
Revolusi Indonesia meletus bukan karena hasil kecerdasan otak seorang pemimpin, seperti kata Tan Malaka dalam "Aksi Massa"nya, tetapi memang sudah harus meletus karena keadaan nasional dan internasional pada waktu itu telah menentukan tingkatan pertentangan dalam masyarakat kita antara kelas menindas dan kelas tertindas, antara perjajah dan terjajah yang telah memuncak dan harus menimbulkan PERLAWANAN dan SENJATA!!
Tetapi tidak sedikit pula yang mendukung perjuangan
revolusi melalui strategi diplomatik misalnya Sutan Syahrir dan Muhammad Hatta.
Syahrir yang berpandangan sangat moderat terhadap revolusi lebih memilih
menjalankan perundingan untuk menghindari korban dari pihak rakyat yang lebih
banyak lagi. Dalam kedua pandangan yang berlawanan tersebut, kita bisa
berkesimpulan bahwa walaupun keduanya memiliki tujuan yang sama-yaitu
menciptakan tatanan baru yang demokratis dan menghancurkan Imperialisme-namun
mempunyai banyak perbedaan yang tajam. Di satu sisi, banyak pejuang yang
terlibat dalam milisi rakyat-seperti Tan Malaka dan Bung Tomo-lebih memilih
jalan yang radikal untuk mempercepat aksi revolusi nasional, di sisi yang
lainnya banyak pejuang yang terlibat dalam pemerintahan-seperti Sutan Syahrir
dan Muhammad Hatta-lebih memilih strategi moderat untuk menghindari lebih banyak
pertumpahan darah.
Perjuangan Belum
Usai: Perjuangan Kita di Hari Ini
Soekarno pernah berkata bahwa perjuangan belumlah
dikatakan usai karena perjuangan kita akan lebih berat dari perjuangan beliau
mengingat bahwa perjuangan kita pada akhirnya akan melawan bangsa sendiri.
Intisari yang dapat diambil dari pernyataan tersebut adalah bahwa Soekarno
menekankan pada keadaan Indonesia yang pada akhirnya akan menuju pada tahap
yang Kapitalistis karena adanya perkembangan pesat dari para kapitalis nasional
sejak Soeharto berkuasa hingga kini. Maka tidak heran, jika Soekarno
berpendapat bahwa pada revolusi tahap selanjutnya, rakyat Indonesia akan
menghadapi para Imperialis ekonomi baru tersebut untuk menuju kesejahteraan dan
keadilan sosial yang sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945.
Tetapi tidak hanya sekedar melawan bangsa sendiri
dalam bentuk kondisi materialnya. Jika kita merujuk pada teori hegemoni
Gramsci, kita bahkan akan mencapai kesimpulan bahwa perjuangan kita nantinya
akan melawan hegemoni yang mewujud dalam ideologi-yang merupakan kesadaran
palsu menurut Gramsci-seperti yang terjadi pada saat ini. kesadaran palsu
tersebut terealisasi melalui produk-produk seperti produk teknologi dan budaya,
misalnya dengan munculnya Gelombang Globalisasi Alternatif (GGA) yang hanya
menguntungkan segelintir pihak yang mempunyai modal.
Perjuangan kita pada akhirnya adalah melawan kesadaran
palsu tersebut dengan membangun wacana baru dengan mengangkat produk nasional
misalnya. Selain itu, perjuangan kita juga pada akhirnya juga merealisasikan
nasionalisasi yang pernah dicita-citakan oleh para pejuang kita. Disinilah
letak perjuangan kita di hari ini, perjuangan yang seperti dikatakan oleh Tan
Malaka yang menjadi nasihat bagi kita semua untuk menuntun perjuangan di masa
kini dan masa depan-yang mengandung makna tersirat perjuangan secara material
maupun budaya-yaitu:
Kamu pahlawan dari angkatan revolusioner! Tuntunlah
massa si lapar, si miskin, si hina, si melarat, si haus itu menempuh barisan
musuh dan robohkanlah bentengnya itu, cabut nyawanya, patahkan tulangnya,
tanamkan tiang benderamu di atas bentengnya itu. janganlah kamu biarkan bendera
itu diturunkan atau ditukar oleh siapapun. Lindungi bendera itu dengan
bangkaimu, nyawamu, dan tulangmu. Itulah tempat yang selayaknya bagimu, seorang
putera Tanah Indonesia tempat darahmu tertumpah.
Biarlah yang tersebut di atas itu senantiasa menjadi
kenang-kenangan bagi kita semua. Bersama massa, kita berderap menuntut hak dan
kemerdekaan.
Sumber:
Ogburn, William. 1922. Social Change with Respect to
Culture and Original Nature. California: University of California Press.
Soekarno. 1964. Dibawah Bendera Revolusi Jilid 1.
Jakarta: Panitia Penerbit ‘Dibawah Bendera Revolusi’.
Malaka, Tan. 2000. Aksi Massa. Jakarta: Teplok Press.
Malaka, Tan. ____. Tiga Tahun Revolusi Indonesia.
Jakarta: Harian Partai Moerba.
Pribadi, Winner Agung. 2008. Sumbangan Perspektif
Gramscian dalam Memahami Gerakan Globalisasi Alternatif. Surabaya: UNAIR Press.
0 comments:
Post a Comment