Thursday, November 2, 2017

November: Refleksi Atas Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan


November-anggapan kita bersama-adalah bulan perjuangan, mengapa demikian? Mungkin karena kita memperingati satu hari dimana Bung Tomo dan para pejuang lainnya berusaha mempertahankan Surabaya dari serangan tentara NICA. Kita mengingat hal tersebut sebagai satu peristiwa sejarah yang sangat penting karena banyak hal menarik yang terjadi saat itu, misalnya adalah peristiwa pembunuhan Birgjen Mallaby dan peristiwa perobekan bendera di Hotel Yamamato. Tetapi pernyataan yang menyebutkan November sebagai bulan perjuangan tidaklah sedangkal itu. Setidaknya kita menyadari bahwa simbolisasi tersebut menjadi perwakilan dari berbagai peristiwa perjuangan yang terjadi selama masa revolusi nasional mempertahankan kemerdekaan.

Mengenang Revolusi Nasional Indonesia
Mengapa harus revolusi nasional? Banyak orang beranggapan bahwa nama tersebut agak berbau “kekiri-kiran”, tetapi revolusi nasional bukanlah revolusi kaum kiri, melainkan revolusi yang melahirkan suatu republik baru yang bebas dari penindasan yang diakibatkan oleh Imperialisme. William Ogburn memberikan makna yang bagus dari kata “revolusi” yaitu, ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur budaya baik material maupun non-material untuk menekankan pengaruh besar dari unsur-unsur budaya material dari elemen non-material. Merujuk pada pernyataan tersebut, maka kita bisa simpulkan bahwa revolusi nasional adalah merubah tatanan kebudayaan material lama yang masih dikuasai pengaruh lama-dalam arti nasional-menuju kebudayaan baru yang bersifat bebas dari penindasan Imperialisme.

Soekarno menyebutkan bahwa Indonesia harus melalui dua tahap revolusi yaitu revolusi nasional-demokratis dan revolusi sosialis. pada tahap pertama, rakyat Indonesia akan mempunyai tugas pokok yang utama yaitu menghancurkan sisa-sisa Feodalisme dan Imperialisme di Indonesia. Revolusi pada tahap ini bersifat nasional dan demokratis. Sifat nasionalnya terletak pada tugas pokoknya menghancurkan Kolonialisme dan Imperialisme, sedangkan watak demokratisnya terletak pada menghancurkan sisa-sisa kekuatan Feodalisme yang bersifat otoritarian dan militaristik.
Bagaimana dengan revolusi nasional Indonesia? 17 Agustus 1945 menjadi tanggal awal dimulainya revolusi ketika Soekarno dan Hatta-atas nama Bangsa Indonesia-memproklamirkan berdirinya Republik Indonesia dan diakhiri dengan pengakuan kedaulatan oleh Kerajaan Belanda dalam sidang KMB tahun 1949. Dalam waktu yang singkat tersebut, banyak peristiwa perjuangan yang melibatkan unsur milisi rakyat dan pemerintah untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia melalui perjuangan diplomatik maupun perjuangan aksi massa. Dalam perjuangan diplomatik kita mengenal peristiwa perundingan-perundingan seperti Perundingan Linggarjati dan Perundingan Renville yang mempunyai pengaruh besar terhadap perubahan wilayah geografis Indonesia. Dalam perjuangan aksi massa kita mengenal berbagai macam pertempuran yang diprakarsai rakyat seperti Peristiwa Bandung Lautan Api dan Peristiwa Pertempuran 10 November di Surabaya.
Para aktor revolusi nasional mempunyai tugas-tugas mempertahankan republik dari kekuatan Imperialistik yang berusaha menguasai kembali wilayah Indonesia, terutama Belanda dan Inggris. Beberapa dari mereka banyak berpendapat bahwa aksi massa merupakan satu-satunya cara untuk mempertahankan republik, salah satunya adalah Tan Malaka. Beliau berpendapat dalam artikelnya-“Tiga Tahun Revolusi Indonesia”-dalam surat kabar Partai Moerba yang terbit 17 Agustus 1948:
Revolusi Indonesia meletus bukan karena hasil kecerdasan otak seorang pemimpin, seperti kata Tan Malaka dalam "Aksi Massa"nya, tetapi memang sudah harus meletus karena keadaan nasional dan internasional pada waktu itu telah menentukan tingkatan pertentangan dalam masyarakat kita antara kelas menindas dan kelas tertindas, antara perjajah dan terjajah yang telah memuncak dan harus menimbulkan PERLAWANAN dan SENJATA!!
Tetapi tidak sedikit pula yang mendukung perjuangan revolusi melalui strategi diplomatik misalnya Sutan Syahrir dan Muhammad Hatta. Syahrir yang berpandangan sangat moderat terhadap revolusi lebih memilih menjalankan perundingan untuk menghindari korban dari pihak rakyat yang lebih banyak lagi. Dalam kedua pandangan yang berlawanan tersebut, kita bisa berkesimpulan bahwa walaupun keduanya memiliki tujuan yang sama-yaitu menciptakan tatanan baru yang demokratis dan menghancurkan Imperialisme-namun mempunyai banyak perbedaan yang tajam. Di satu sisi, banyak pejuang yang terlibat dalam milisi rakyat-seperti Tan Malaka dan Bung Tomo-lebih memilih jalan yang radikal untuk mempercepat aksi revolusi nasional, di sisi yang lainnya banyak pejuang yang terlibat dalam pemerintahan-seperti Sutan Syahrir dan Muhammad Hatta-lebih memilih strategi moderat untuk menghindari lebih banyak pertumpahan darah.

Perjuangan Belum Usai: Perjuangan Kita di Hari Ini
Soekarno pernah berkata bahwa perjuangan belumlah dikatakan usai karena perjuangan kita akan lebih berat dari perjuangan beliau mengingat bahwa perjuangan kita pada akhirnya akan melawan bangsa sendiri. Intisari yang dapat diambil dari pernyataan tersebut adalah bahwa Soekarno menekankan pada keadaan Indonesia yang pada akhirnya akan menuju pada tahap yang Kapitalistis karena adanya perkembangan pesat dari para kapitalis nasional sejak Soeharto berkuasa hingga kini. Maka tidak heran, jika Soekarno berpendapat bahwa pada revolusi tahap selanjutnya, rakyat Indonesia akan menghadapi para Imperialis ekonomi baru tersebut untuk menuju kesejahteraan dan keadilan sosial yang sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945.
Tetapi tidak hanya sekedar melawan bangsa sendiri dalam bentuk kondisi materialnya. Jika kita merujuk pada teori hegemoni Gramsci, kita bahkan akan mencapai kesimpulan bahwa perjuangan kita nantinya akan melawan hegemoni yang mewujud dalam ideologi-yang merupakan kesadaran palsu menurut Gramsci-seperti yang terjadi pada saat ini. kesadaran palsu tersebut terealisasi melalui produk-produk seperti produk teknologi dan budaya, misalnya dengan munculnya Gelombang Globalisasi Alternatif (GGA) yang hanya menguntungkan segelintir pihak yang mempunyai modal.
Perjuangan kita pada akhirnya adalah melawan kesadaran palsu tersebut dengan membangun wacana baru dengan mengangkat produk nasional misalnya. Selain itu, perjuangan kita juga pada akhirnya juga merealisasikan nasionalisasi yang pernah dicita-citakan oleh para pejuang kita. Disinilah letak perjuangan kita di hari ini, perjuangan yang seperti dikatakan oleh Tan Malaka yang menjadi nasihat bagi kita semua untuk menuntun perjuangan di masa kini dan masa depan-yang mengandung makna tersirat perjuangan secara material maupun budaya-yaitu:
Kamu pahlawan dari angkatan revolusioner! Tuntunlah massa si lapar, si miskin, si hina, si melarat, si haus itu menempuh barisan musuh dan robohkanlah bentengnya itu, cabut nyawanya, patahkan tulangnya, tanamkan tiang benderamu di atas bentengnya itu. janganlah kamu biarkan bendera itu diturunkan atau ditukar oleh siapapun. Lindungi bendera itu dengan bangkaimu, nyawamu, dan tulangmu. Itulah tempat yang selayaknya bagimu, seorang putera Tanah Indonesia tempat darahmu tertumpah.
Biarlah yang tersebut di atas itu senantiasa menjadi kenang-kenangan bagi kita semua. Bersama massa, kita berderap menuntut hak dan kemerdekaan.

Sumber:
Ogburn, William. 1922. Social Change with Respect to Culture and Original Nature. California: University of California Press.
Soekarno. 1964. Dibawah Bendera Revolusi Jilid 1. Jakarta: Panitia Penerbit ‘Dibawah Bendera Revolusi’.
Malaka, Tan. 2000. Aksi Massa. Jakarta: Teplok Press.
Malaka, Tan. ____. Tiga Tahun Revolusi Indonesia. Jakarta: Harian Partai Moerba.
Pribadi, Winner Agung. 2008. Sumbangan Perspektif Gramscian dalam Memahami Gerakan Globalisasi Alternatif. Surabaya: UNAIR Press.

0 comments:

Post a Comment

 
;