Wednesday, December 30, 2020 0 comments

Pandemi Korona Menguak Wajah Kita

 

Dua fenomena yang muncul saat wabah korona merambah di Indonesia adalah sulitnya mengatur penjarakan sosial (social distancing), namun pada saat yang sama muncul pula gerakan volunterisme yang dianggap sebagai cerminan gotong royong. Masyarakat berbondong membuka dapur umum, menyisihkan uang dan barangnya untuk membelikan masker, APD, ventilator. Pertanyaannya adalah, mengapa penjarakan sosial cukup sulit di lakukan di Indonesia? Apakah gotong royong dan voluntarisme, adalah sifat alami dari masyarakat Indonesia atau ia reaksi terhadap kondisi politik ekonomi saat ini?

Mengapa Social Distance Sulit Diterapkan

Sulitnya penerapan social distancing bukan karena watak esensial masyarakat kita yang komunal. Kerekatan sosial adalah reaksi terhadap corak pemerintahan kita yang selama ini minim dalam menyediakan sistem kesejahteraan terhadap masyarakatnya.

Thursday, December 24, 2020 0 comments

Santa Claus dan Jack Skellington

 

MARI kita bermain teka-teki di penghujung tahun ini. Untuk Anda yang sedari kecil merayakan Natal pastinya sudah tak lagi asing dengan sosok pria tua gemuk berjanggut putih mengenakan pakaian musim dingin berwarna merah dan putih. Dari cerita kakek nenek atau ayah ibu, Anda pasti mendengar bahwa pria itu datang ke rumah anak-anak baik hati untuk membagikan kado yang dibawanya pada malam Natal. Konon, beliau mengendarai kereta kuda terbangnya dari Kutub Utara, mendarat di atap-atap rumah lalu masuk melalui cerobong asap, menaruh kado-kado di sebelah pohon Natal dan menitipkan pesan singkatnya kepada anak-anak baik yang dihadiahinya.

Orang memanggilnya Santa Claus, Sinterklas atau hanya memanggilnya dengan sebutan Santa. Santa sangat terkenal khususnya pada hari Natal di belahan dunia Eropa dan Amerika Serikat. Siapakah sesungguhnya pria tua berjanggut putih itu? Dari mana kado-kado itu berasal? Siapakah yang membuatnya? Bagaimana membuatnya? Meski anak-anak tak pernah mempertanyakannya, tapi anak kecil yang dulu menerima kisah itu dengan pengharapan, kini kepalanya penuh dengan pertanyaan.

Thursday, December 17, 2020 0 comments

Membayangkan Politik Dunia Setelah Korona

“Di abad ke-21, perasaan bukan lagi algoritma terbaik di dunia.”

—Yuval Noah Harari, Homo Deus

“Prinsip kepemilikan-diri adalah sebuah prinsip yang menempati kedudukan penting dalam ideologi kapitalisme. Prinsip ini menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak milik pribadi yang utuh atas diri dan tenaganya sendiri.”

—G.A. Cohen, Self-Ownership, Freedom and Equality

SEPERTI halnya dalam ekonomi, COVID-19 adalah sebuah keadaan kahar dalam politik dunia. Keadaan ini membatalkan begitu banyak asumsi politik sehari-hari kita. Hampir seluruh segi kehidupan politik kita bertopang pada mobilisasi rakyat banyak: mobilisasi suara, mobilisasi massa di jalanan, mobilisasi kekuatan bersama yang di Indonesia dikenal sebagai gotong royong. Itulah juga yang menandai demokrasi yang kita kenal selama ini. Kaitan itu begitu eratnya hingga kita bisa menyimpulkan: tidak ada demokrasi tanpa keramaian. Hak untuk berkumpul dan membuat keramaian adalah motor yang menggerakkan demokrasi. Dengan penjarakan fisik yang diakibatkan oleh COVID-19, hal-hal itu ditangguhkan buat sementara waktu. Bersama dengan itu banyak segi kehidupan politik kita yang juga tertangguhkan. Maka tidak kelirulah bila dikatakan bahwa virus korona menghadirkan sebuah situasi darurat (state of emergency) dalam tatanan politik global.

Wednesday, December 9, 2020 0 comments

Membayangkan Ekonomi Dunia Setelah Korona


 “Modal bukanlah benda, melainkan proses yang hanya ada dalam gerak. Ketika sirkulasi berhenti, nilai lenyap dan keseluruhan sistem menjadi runtuh. …

Tidak ada kapitalisme tanpa gerak.”

—David Harvey, A Companion to Marx’s Capital, 2010, 12

PERUBAHAN besar sedang terjadi di seluruh dunia. Kekayaan dari sebuah dunia di mana moda produksi kapital-finansial mendominasi tampil dalam wujud unggunan surat-surat: kontrak dagang, kontrak kerja, kontrak kerjasama finansial. Seluruh surat-surat itu ditutup dengan sebuah pasal tentang keadaan kahar (force majeure): “apabila terjadi hal-hal yang berada di luar kendali para pihak, maka perjanjian ini dinyatakan tidak berlaku selama hal-hal itu terjadi.” Seorang pekerja tidak bisa dituntut untuk terus bekerja seturut kontrak apabila, misalnya, gempa bumi menelan habis pabriknya. Perekonomian dunia saat ini sedang dihadapkan pada keadaan kahar itu: COVID-19. Berbeda dengan keadaan kahar biasanya, kali ini kita menghadapi sebuah keadaan kahar universal, suatu universal state of exception.

Wednesday, December 2, 2020 0 comments

Pandemi Covid-19 dan Mendesaknya Internasionalisme Proletariat

Hingga tulisan ini disusun, tercatat sudah 2,5 juta lebih kasus infeksi dan 170 ribu korban meninggal di seluruh dunia karena pandemi Coronavirus desease 2019 (Covid-19). Dampak dari pandemi ini juga meluas ke berbagai sektor: ekonomi, politik, dsb.

Yuval Noah Harari menyatakan ini adalah krisis global terbesar dalam generasi kita yang datang secara mendadak. Tahun kemarin, mayoritas penduduk dunia belum mengenalnya. Kini, Covid-19 memperparah krisis sistemik  dalam kapitalisme yang sudah terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Datangnya Covid-19 meluluhlantakkan perhitungan-perhitungan ekonom dalam menghadapi krisis sebelum datangnya Covid-19.

Bisa kita lihat melalui berbagai media, sendi-sendi penopang kehidupan manusia mulai mengalami kekacauan. Industri-industri kalang-kabut, kerugian dalam jumlah besar meluas, dan potensi sebagian besar bangkrut. Sementara itu, saat tulisan ini direview, jutaan buruh telah di-PHK [1] dan jutaan lainnya mengantri. Kita, mayoritas dari bagian penduduk dunia, berada dalam kondisi paling terancam (tertular virus, terkena PHK, tidak bisa memenuhi kebutuhan, dst.).

 
;