Saturday, August 11, 2018 0 comments

Seharusnya Aku Bahagia Malam Itu


Baik-baik saja.
Konsep kosong. Segalanya tidak akan berjalan semestinya selama hujan terus menderas. Seperti kenangan yang tidak pernah tandas. Selalu berkelindan. Mungkin menunggu badai bernama penyesalan yang membuatnya kandas. Ayah, Ibu, kekasih. Mereka sama saja. Ada lalu tiada. Tiga tahun aku terus memanggil mereka kala malam tiba, kala segala kesendirian memelukku erat. Tidak, sapuan ombak yang menggulung rumahku telah menenggelamkan seluruh kebahagiaan yang kumiliki.
Seharusnya aku bahagia di malam itu. Seharusnya aku akan menjadi lelaki paling beruntung malam itu. Kekasihku mengiyakan lamaran dan ia berkunjung ke rumah bertemu Ayah dan Ibu. Kami berjanji akan menatapi pantai yang hanya berjarak lima belas menit dari rumah dan memandangi senja di sana sebelum bertemu dengan Ayah dan Ibu.
“Kamu kenapa gugup begitu?”
Saturday, August 4, 2018 0 comments

Tanpa Detik Dan Tanggal


Aku mencintaimu seperti berdiri di peron kereta tanpa detik dan tanggal. Menantikan kepulangan yang takjua ditemukan. Aku mencintaimu karena ketidaksempurnaan yang kelak akan menyempurnakan kelemahanku. Saat separuh diri masing-masing dipersatukan dan melahirkan rasa bahagia yang diam di samudra mata kita. Yang diam di segara rasa paling dalam.
Aku mencintaimu seperti mencintai kesendirianku. Saat tersisih dari keramaian dan meringkuk di dalam kegelapan sembari menumpahkan segala hujan yang takkuat ditampung oleh celung mata. Hujan yang kemudian melebur bersama tangisan langit, melahirkan sesak-sesak yang mengaliri kesepian.
Kehadiranmu seperti sebuah cahaya di tengah kegelapan itu. Saat kupikir mungkin hidup akan lebih baik jika tidak ada kehangatan sama sekali. Hujan setiap hari. Dan apa yang terlihat oleh mata hanyalah kepergian dan kesendirian bertubi-tubi. Saat rasanya jemariku bergemetar hebat, seakan setiap sesak di dalam dada mengalir hebat ke jemariku itu, lalu melahirkan kata-kata melalui goresan pena. Dan kamulah, gadis yang mencintai kata-kata itu.
Aku mencintaimu meskipun pertemuan tak jua ditakdirkan oleh Tuhan. Aku mencintaimu dalam doa yang dilangitkan di sepertiga malam. Dalam resap dan senyap di malam yang kian dingin.
Aku mencintaimu karena sejauh apa pun aku berjalan sendirian, kelak akan kutemukan kamu di ujung sana menungguku.
Saturday, July 28, 2018 0 comments

(Semoga) Bukan Pertanyaan Yang Salah


Sudah tiba waktunya untukku melambaikan tangan. Padamu yang pernah mendekapku diam-diam dalam sebuah perasaan yang penuh arti. Mungkin kamu tidak tahu. Mungkin hanya aku yang menginginkannya begitu. Tetapi, percayalah, keberadaanku yang selaik mirat ini begitu nyata di semestamu.
Aku memanggil detik kembali pulang. Setelah sekian lama menjauh, membuat jeda di antara kita seperti selamanya. Pun dengan Tanggal yang kembali kububuhkan ke dalam perjalananku. Kita sudah sampai di satu titik di mana tiada lagi yang tersisa untuk dikenang. Tiga tahun aku menunggu, tidak peduli hujan kian menderas atau matahari membakar semua harapan menjadi debu-debu penyesalan.
Benarkah aku menyesal?
Thursday, July 26, 2018 0 comments

Kita Sudah Sama-Sama Dewasa


Kita sudah sama-sama dewasa; mengerti soal masa depan yang diinginkan masing-masing. Terkadang, jalan yang kelak kita pilih tidak melulu perihal siapa yang melukai dan siapa yang tersakiti. Lebih dalam daripada itu, seharusnya yang kita bicarakan ialah bagaimana cara mengusaikan ikatan yang pernah menyatukan itu.
Suatu waktu, kamu akan menyadari bahwa menangguhkan perasaan tidak pernah mengenakkan bagi sesiapa pun. Mungkin kamu, meskipun tanpa bicara, mencoba kembali pergi dan meninggalkan lembar-lembar pertanyaan di kepalaku. Mungkin kamu, meskipun tanpa pertemuan, mencoba menghapus segala kata-kata yang pernah kutuliskan untukmu.
Kita sudah sama-sama dewasa; dan menyisakan aku dan kenanganmu yang dulu terbakar menjadi abu bersama waktu. Menyisakan kebodohan yang meranggas dadaku, bahwa meskipun kamu kembali dan bukan untukku; aku selalu merasa kamu kembali karena kisah kita belum jua usai.
Saturday, July 21, 2018 0 comments

Seandainya Itu Kita


Setiap daripada kita sebagai manusia pasti pernah merasakan dekapan perasaan yang dalam; saat perlahan rindu membasuh hati yang sebelumnya mengering, dan menjadikan cinta itu ada. Membuat kita tak berhenti tersenyum dan tak terkata-kata. Kita mengakui kekuatan yang ada, namun satu hal yang tidak kita ketahui: kehilangan meringkuk bersembunyi di balik bahagia.
Kehilangan itu yang kemudian merobek-robek perasaan. Atau bahkan, seringkali menjatuhkan gerimis di mata. Meriak di pipi, dan terus mengalir hingga menjadi genangan penyesalan. Bukankah kita semua pernah merasakan fase ini di perjalanan pencarian?
Justru kehilangan ini yang kemudian menguatkan hati; menguatkan individu dari setiap kita. Hingga akhirnya, ada secercah cahaya meliuk ke dalam gelapnya pandangan kita, dan menunjukkan betapa indahnya langit senja. Akan ada seseorang yang nanti datang menghampiri, dan mengatakan, “Oh, langit senja adalah langit terindah yang pernah ada. Dan kini aku menemukannya juga di kedua bola matamu,”
Thursday, July 19, 2018 0 comments

Bila Benar Kamu Menginginkannya


Apakah benar kamu juga mencintaiku?
Katamu, tulisanku tidak menemui kematiannya sendiri. Ia sampai ke ambang jendela matamu dan menyelundup ke dalam ruang-ruang pikiranmu. Katamu, tulisan itu ialah pengantar dari rasa yang akhirnya terungkapkan. Pengantar dari rindu yang basah ketika akhirnya kamu belajar sesuatu dari kepergian dan mulai benar-benar mencari ke sekelilingmu.
Ada aku di sana.
Kamu hanya perlu melangkah lebih jauh lagi. Hanya perlu merasai hujan lebih lama lagi. Dengan begitu, aku jadi tahu bahwa kita mencintai sesuatu yang sama. Bahwa kita memang saling menuju tanpa kata. Tulisan-tulisan yang dulu aku begitu ketakutan untuk sampai kepadamu ternyata menjelma harapan baru yang hinggap di merah bibirmu yang basah oleh air mata-ketika akhirnya benar-benar membaca segala yang kurahasiakan dari angin dan hujan.
Bila benar kamu menginginkannya, aku akan berhenti sejenak. Berpaling padamu. Dan itu bila benar, kamu menginginkannya.
Wednesday, July 18, 2018 0 comments

Kesepian


Kesepian ini semakin menguasai. Enggan pergi meski aku takingin ia hadir di dalam hidupku. Ia tahu betul bahwa ruang di dalam dada ini telah lama berdebu serupa perpustakaan tua yang kehilangan pengunjungnya. Perlahan ia mulai menyembuhkan luka yang lama dengan caranya sendiri-melalui duka.
Aku memang telah berkata untuk memulai perjalanan kembali. Mungkin tidak lagi di jejalanan yang basah di kota ini. Mungkin tidak lagi denganmu yang rindunya begitu tertaut di kota itu. Berhenti adalah pilihan yang telah kuambil. Meski hujan berbisik padaku bahwa kamu telah keluar dari jalan yang kamu lalui sebelumnya.
Katanya, kamu mulai mencoba untuk mencari tahu di jalan mana aku pernah menjejak. Sejauh apa aku pernah menuliskan kenangan hingga hanya menjadi buku-buku tak tersentuh di perpustakaan kepalaku.
Aku tidak percaya itu. Hujan kini hanya datang sesekali. Bisa saja ia berbohong hanya untuk membuatku tersenyum lagi. Entahlah, aku merasa kekosongan ini semakin menyesakkan. Kupikir aku akan bahagia dengan kembali berjalan untuk menemukankamu yang sebenarnya.
Tetapi sayangnya, aku begitu salah. Aku begitu bodoh. Kesepian kian menguasai.
 
;