Pergi. Satu kata yang menyulam
malam-malamku menjadi sebuah pilu yang menyelimuti dan kelu yang mengunciku
dari ingatan tentangmu. Bertahun-tahun, aku jatuh pada ... orang yang sama. Aku
tidak pernah tahu mengapa hati rela membatu dan mata rela membuka
untuknya—selain kamu. Mungkin, kita adalah sepasang rindu yang takjua
dipersatukan takdir. Entah kamu yang tak menyadarinya atau aku ... yang dengan
bodohnya percaya bahwa suatu waktu nanti, kita akan dipertemukan kembali dalam
situasi berbeda.
Orang yang sama itu adalah kamu. Beberapa
waktu berlalu, aku tidak menghitung ini jatuh yang keberapa. Yang pasti, semua
rasa tetap utuh seperti pertama kali aku tahu kamu ada. Tapi, mengapa kamu diam
saja? Mengapa memilih menjadi sunyi yang kurindukan? Ah, rasanya bodoh sekali,
mengatakan bahwa aku untukmu. Kamu tahu, diam adalah keahlian terbaikku. Dengan
kediamanku, aku berani untuk bicara denganmu tanpa perlu takut sebuah
penolakan. Tidak perlu menyalahkan siapa-siapa, terlebih dirimu. Karena,
mungkin, yang salah adalah aku.