Tuesday, September 29, 2020 0 comments

Sekali Lagi Tentang Peristiwa 65: Apa Yang Harus Diperjuangkan?

 

Setiap melewati bulan September-Oktober, kita sekali lagi diingatkan pada petaka berdarah 1965 yang mengubah keadaan rakyat sedemikian rupa seperti belum merdeka. Tahun lalu, ketika peristiwa itu tepat melewati masa 50 tahun, sebagian elemen masyarakat telah bahu-membahu mengangkat peristiwa ini ke panggung nasional hingga internasional dengan berbagai macam cara. Salah satunya adalah inisiatif yang dilakukan oleh Pengadilan Rakyat Internasional (International Peoples Tribunal – IPT 65) serta pemutaran film dokumenter dan diskusi sejarah di ratusan tempat di Indonesia.

Pengadilan Rakyat Internasional (International Peoples Tribunal – IPT 65) yang digelar pada 10-13 November 2015 lalu misalnya, telah mengeluarkan keputusan bahwa Indonesia dianggap telah melakukan 9 kejahatan terhadap kemanusiaan dalam peristiwa tersebut. Kejahatan itu berupa: pembunuhan massal, perbudakan, pemenjaraan, penghilangan paksa, penyiksaan, kekerasan seksual, persekusi, propaganda kebencian, dan pelibatan negara lain. Selain itu pengadilan juga memberikan rekomendasi permintaan maaf dari negara kepada korban, penyidikan dan pengadilan terhadap pelaku kejahatan kemanusiaan, rehabilitasi dan kompensasi kepada korban, dan juga pengungkapan kebenaran terhadap peristiwa 1965.

Wednesday, September 23, 2020 0 comments

Upaya Kuba Bersolidaritas Melawan Corona

 

Beberapa bulan terakhir manusia dihadapkan oleh kenyataan bahwa dirinya tak sekuat yang dibayangkan selama ribuan tahun. Suatu kekuatan tak kasat mata yang enggan diusir lewat mantra dan jampi-jampi kini berdiri di ambang pintu peradabannya. Virus. Ia pernah menghantui bumi beberapa kali dengan berbagai wujudnya, namun tak semengerikan hari ini. Sampai tulisan ini diketik, virus korona yang sempat diremehkan mulai unjuk gigi menampar keangkuhan manusia dengan mencabut puluhan ribu nyawa. Generasi ini menyaksikan langsung kekuatannya yang menyapu berbagai ibukota dunia, yang biasanya bergelimangan cahaya lampu kini bagaikan kota hantu. Sihirnya memblejeti kemahsyuran kapitalisme. Perekonomian dan panggung politik makin terguncang, dan rakyat pekerjalah yang tetap terkena imbasnya.

Ketika segenap penduduk bumi bersiaga, negara-negara mulai kewalahan dengan jumlah korban jiwa, satu negara pulau di sebelah utara Karibia tak gentar dan malah berani ambil sikap. Pertengahan Maret 2020, kapal pesiar MS Braemar dari Britania Raya dengan kurang lebih 700 penumpangnya ditolak merapat di setiap pelabuhan di kepulauan Karibia karena diduga membawa penumpang yang terinfeksi virus korona. Aneh tapi nyata, Kuba malah mempersilahkan kapal tersebut bersandar di Havana. Selain membantu evakuasi mereka pun mengirimkan tenaga medis untuk menanganinya. Setelah itu mereka bahkan menerbangkan tenaga medisnya ke Italia dan Spanyol.

Thursday, September 17, 2020 0 comments

Jejak Ketua Mao dalam Kitab Gerilya TNI 

            SEBUAH tesis setebal 156 halaman diuji pada 1 Juni 2001 dan dinyatakan lulus. Penulisnya, Michael Boden, kembali memperoleh titel master setelah mendapat yang pertama dari Vanderbilt University pada 1997.

Penelitian Boden menguak kiprah Friedrich Engels sebagai pemikir dan praktisi militer. Dalam bab pembuka, ia memaparkan betapa besarnya jarak antara Engels dan kolaboratornya, Karl Marx, ketika membicarakan perang. Engels selalu menapak di bumi. Sementara Marx selalu melontarkan “argumen khas debat kusir yang sama sekali tak menyentuh pertimbangan rasional militer”.

Ketika membahas Pertempuran Września, misalnya, Marx hanya mampu merutuki kelicikan balatentara Prusia: “Serdadu Prusia kabur ke tempat di mana mereka bisa memuntahkan pelor, granat berisi 150 biji gotri, dan peluru meriam, padahal yang mereka hadapi cuma tombak dan sabit yang niscaya tak efektif dipakai dari jauh”.

Wednesday, September 9, 2020 0 comments

Black Panther Sebagai Simbol Perlawanan Terhadap Rasisme

               SLOGAN “Wakanda forever!” mungkin tak asing lagi buat kita yang pernah menonton Black Panther atau Avengers: Infinity War, film superhero adaptasi komik Marvel garapan almarhum Stan Lee. Kalimat itu merupakan semboyan para pejuang Kerajaan Wakanda yang biasanya dipekikkan sebelum pertarungan. Salah satunya oleh Raja T’challa yang juga dikenal sebagai sang Black Panther, jagoan berkulit hitam yang memiliki kekuatan super kombinasi unsur mistis dan kemajuan teknologi. Ditulis pada 1966, Stan Lee dan Jack Kirby terpengaruh oleh nuansa gerakan persamaan hak-hak sipil (civil rights) di Amerika Serikat saat itu. Dekade itu diramaikan antara lain oleh gerakan perjuangan hak sipil seperti yang diinisiasi Martin Luther King Jr., Malcolm X, hingga Black Panther Party.

Namun apa betul dua komikus itu menceritakan salah satu organisasi politik revolusioner kulit hitam di Oakland tersebut? Tentu saja tidak. Meski memiliki kesamaan nama dan saling berkelindan, Black Panther-nya Stan Lee dan Jack Kirby berbeda dengan Black Panther yang diinisiasi oleh Bobby Seale dan Huey Newton. Black Panther Party for Self-Defense atau Black Panther Party (BPP) dibentuk oleh dua orang mahasiswa kritis Bobby Seale dan Huey Newton pada Oktober 1966 di Oakland, California. Organisasi ini awalnya merupakan sebuah perkumpulan yang didirikan untuk mengkoordinir patroli bersenjata para warga setempat untuk memantau perilaku petugas kepolisian Oakland yang pada masa itu terkenal sewenang-wenang.

Thursday, September 3, 2020 0 comments

Belajar Realisme dari Master Sun

SEJARAH mencatat kekalahan demi kekalahan dari setiap perjuangan kelas pekerja di dunia sejak dua abad terakhir. Setidaknya hampir semua perjuangan, kalau saja sempat berhasil, takkan bertahan lama dan menjadi terkucil. Kita bisa mengingatnya sejak letupan senjata pada Revolusi Prancis, Revolusi 1848 di Eropa, Komune Paris, Spartakus di Jerman dan berbagai perjuangan kelas di belahan dunia lainnya.

Tentu ada pengecualian, seperti kemenangan gilang gemilang gerakan revolusioner para Bolshevik dalam Revolusi Oktober di Russia, perjuangan Tentara Merah Tiongkok melawan fasis Jepang dan oportunis Kuomintang, gerilya Gerakan 26 Juli yang menumbangkan diktator Batista dalam Revolusi Kuba, dan tentu saja para Vietcong yang dapat membikin Amerika Serikat angkat kaki dari Indochina dalam satu dua pukulan, meski episode-episode kemenangan tersebut juga tak lepas dari banyak tantangan.

Wednesday, September 2, 2020 0 comments

Agama adalah Candunya Orang-orang

 PERNAH dengar kutipan di atas? Kutipan terkenal itu diambil dari pembukaan salah satu paragraf dalam artikel Karl Marx yang berjudul A Contribution to the Critique of Hegel’s Philosophy of Rights (1843). Kalimat ini sering ditemui di beberapa literatur dari yang kekiri-an hingga yang kekanan-an. Seakan menjadi quotes identik dan selalu tersemat apabila mengingat nama Marx. Namun apa betul beliau menyatakan demikian? Soal intensi atau perasaan pribadi beliau, saya cuma bisa bilang wallahu a’lam bish-shawab. Pada kenyataannya memang tertulis demikian. Lantas apa dengan begitu kita ikut mengiyakan bahwa agama adalah candu bagi orang-orang? Karena kontroversial bukan kepalang pernyataan tersebut, apalagi di sini, di Indonesia. Di sinilah letak persoalan obrolan kita, soal kutip mengutip. Sebelum kita menjawab pertanyaan tadi, mari ngobrol sedikit soal kutipan atau biasa disebut quotes.
 
;