Thursday, October 29, 2020 0 comments

Judicial Review: Cara Penguasa Menjinakkan Gerakan Anti-Omnibus Law

 

PENGESAHAN Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Cipta Kerja pada 5 Oktober silam telah memicu lahirnya gelombang demonstrasi di berbagai wilayah di Indonesia. Undang-undang yang hingga kini naskah akhirnya tidak kunjung dapat ditunjukkan baik oleh pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah memuat banyak ketentuan bermasalah.

Banyak kajian akademik dan hasil penelitian berbagai lembaga independen telah mengupas pokok-pokok persoalan dari setiap kluster topik undang-undang tersebut. Namun, pemerintah dengan gigih membantah berbagai kritik terhadap UU Cipta Kerja sebagai hoaks dan disinformasi. Kritik terhadap kecacatan proses penyusunan undang-undang terkait partisipasi juga telah dibantah dengan mengklaim bahwa pemerintah dan DPR telah mengakomodasi representasi kelompok kepentingan yang berbeda.

Penting dicatat, pemerintah memiliki instrumen yang lebih memadai dan canggih dalam memanipulasi kesadaran publik: membantah berbagai bentuk kritik serta mendomestifikasi dan mengerdilkan perlawanan dengan mengarahkan tuntutan ke jalur-jalur yang telah direkayasa untuk memperlemah gerakan.

Wednesday, October 21, 2020 0 comments

Ilusi Nawacita dan Kegagapan Kaum Intelektual Kiri

BERBAGAI analisis telah menunjukkan mengenai kecil dan insignifikannya gerakan kiri di Indonesia sejak 1965 dan karena itu pula agenda politik yang progresif menjadi marginal. Dalam debat mengenai posisi politik untuk pemilu 2019, para penulis IndoPROGRESS juga bersepakat pada kesimpulan serupa. Pokok perdebatan terletak pada bagaimana membangun kekuatan politik alternatif serta mengonsolidasikannya sebagai gerakan yang mampu secara signifikan mendesakkan agenda politik yang progresif.

Ada dua posisi yang bisa dikata saling bertentangan dalam debat itu. Posisi pertama, mendorong perubahan dari dalam dengan mendukung atau beraliansi dengan salah satu kekuatan politik yang bertarung dalam pemilu. Posisi kedua, mengampanyekan agar konsolidasi gerakan alternatif dilakukan tanpa beraliansi dengan kekuatan politik mana pun yang tidak mengutamakan agenda kerakyatan. Saya termasuk yang bersepakat dengan posisi kedua sebagaimana telah saya kemukakan dalam beberapa tulisan sebelumnya.

Friday, October 16, 2020 0 comments

Prakerja, Cilaka, Minerba: Memanjakan Kapitalis, Menindas Pekerja

 

Virus Covid-19 tak hanya cepat menular dan membunuh manusia. Ia juga dengan gesit menggerogoti jantung perekonomian kapitalisme. Imbasnya, kapitalis tidak mempunyai jalan lain selain memecat sepihak buruhnya demi mengantisipasi kebangkrutan. Mayoritas buruh dipecat tanpa diberi pesangon. Mereka kemudian berduyun-duyun ke jalan, menggalang aksi menuntut pesangon serta nasib mereka kelak.

Dalam situasi kalut itu, pemerintah lalu meluncurkan kartu prakerja, yang sebenarnya merupakan program Jokowi dalam kampanyenya setahun silam. Kartu ini diharapkan menjadi solusi mengentaskan masalah para buruh sekarang.

Pada saat bersamaan, pemerintah juga mengesahkan RUU Minerba yang telah dibahas oleh panja RUU Minerba Komisi VII DPR RI dari Februari-Mei. Selain itu, pemerintah juga membahas RUU Cilaka (Cipta Lapangan Kerja) atau Cika. Kedua RUU tersebut ditargetkan pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan guna mengatasi pengangguran.

Wednesday, October 7, 2020 0 comments

Siksa Kapitalisme dalam Omnibus Law RUU Cilaka

Ancaman resesi ekonomi akibat dari pelbagai macam faktor ketidakpastian rupanya bukan sekadar asumsi para ekonom belaka. Melambatnya pertumbuhan ekonomi global selama satu dekade terakhir, turut membuat resah dan khawatir para pemangku kepentingan. Baru-baru ini, Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) kembali merevisi ramalan pertumbuhan ekonomi global 2020, dari sebelumnya ditaksir 3,0 persen menjadi 2,9 persen. Bagi Indonesia, kondisi ini bukan sesuatu yang mudah.

Jokowi di pelbagai kesempatan turut menegaskan akan tantangan berat yang sedang dan akan dihadapi ekonomi nasional – kendati ia tak lupa menekankan agar selalu optimis. Tentu saja tidak enteng menghadapinya. Apalagi kenyataan di periode pertama kekuasannya, (2014-2019) pertumbuhan ekonomi nasional stagnan di angka 5 persen. Ini membuktikan kalau paket kebijakan deregulasi yang diorbitkan semasa 2015-2019 nyaris tak memenuhi ekspektasi pertumbuhan 7 persen (seperti dijanjikan dalam kampanye pemilu 2014).

Menurut catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sepanjang 2014-2018, misal, realisasi investasi—baik itu penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA)—secara umum, mengalami peningkatan. Kendati ada peningkatan, tapi realisasinya cenderung

Thursday, October 1, 2020 0 comments

Perjuangan Kelas dan Omnibus Law

 

Keputusan rejim Jokowi-Ma’ruf membuat payung hukum sapu jagat atau Omnibus Law cilaka (Cipta Lapangan Kerja) hendaknya dipahami sebagai sikap kepatuhan terhadap kepentingan pasar bebas atau neoliberalisme. Eksplisit, sikap itu terefleksi dalam pernyataan presiden di pelbagai kesempatan, bahwa perkembangan pasar yang begitu dinamis, mengharuskan para pemangku kebijakan mengambil keputusan-keputusan kepentingan yang cepat. Hal itu hanya dimungkinkan manakala problem obesitas regulasi yang tumpang tindih, segera diatasi lewat kebijakan omnibus law.

RUU Omnibus Law dibuat dalam rangka merampingkan, menyederhanakan dan menghapus regulasi setingkat UU guna menarik investasi sebesar-besarnya demi terbukanya lapangan pekerjaan. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi nasional dapat meningkat. Betapapun agenda ini sangat problematik. Bila berkaca pada kebijakan Jokowi sebelumnya, tak jarang kebijakan yang dibuat berujung pada pengebirian hak-hak warga negara.

 
;