Hari
ini adalah hari dimana semua mahasiswa seluruh mahasiswa yang tergabung dalam
alliansi BEM SI akan berkumpul didepan istana Negara untuk menuntut bapak
presiden yang terhormat Jokowi untuk memperingati 17 tahun reformasi Indonesia.
Dengan semangat 45 kita dari bandung pukul 6 pagi berkumul di depan LC untuk
berangkat kejakarta. Sampai dijakarta pukul 11 kami tiba di masjid istiqlal,
setelah istirahat sebentar dan persiapan, lalu temen-teman red border
bersama-sama dengan teman-teman dari bandung yaitu universitas
Polban(politeknik bandung), dan teman-teman dari UPI (Universitas Pendidikan
Indonesia).
Saturday, May 16, 2015
Computational Science Telkom University,
Motivasi
1 comments
Jawaban Untuk Kebanggaanku Kepada IK
Ada beberapa hal yang sangat menggelitik pemikiran ku semalaman ini, sebuah pernyataan dari seorang sahabat yang lalu menjadi pertanyaan besar sehingga mengganggu tidurku. Pernyataan yang dilontarkan itu adalah hasil dari kebiasaaan ngobrol-ngobrol kecil setelah futsal tadi malam. Diawali dengan pertanyaan iseng sahabatku,
E: “gimana kabar BEM put?”Aku : “Baik, aman-aman saja. Karena sedang uas kampus jadi adem-ayem, trus IK gimana?”E : “ya begitulah, sama aman-aman saja.”Aku: “eh iya, aku mau ngasih masukan dong, kamu ngerasa ndak sih, kalo perkembangan kita itu agak lambat, berbeda dengan Himasains dulu yang berkembang sangat cepat.”E: “lambat gimana? Jangan bandingkan dengan BEM dong, kalo menurut aku sih kebanggan kamu ke IK itu kurang.”Aku: “kurang? Maksudnya? Bukan aku bandingkan dengan BEM, aku melihat dengan himpunan yang lain itu, hima kita sedikit lebih lambat pergerakanya, dan kurang kelihatan aja dilingkup kampus kita.”E: “iya, maksudnya, karena kamu kurang melihat kegiatan hima kita, kamu lebih sibuk diatas, dan jarang berkumpul dengan kita. Seperti yang aku sebutkan tadi, kebanggan kamu kehima kita kurang, buktinya kamu lebih sibuk berkontribusi diluar dari pada dihima.”
Saat Arak-Arakan November 2014 |
Tuesday, May 5, 2015
Telkom University,
TotalitasPerjuangan
1 comments
Deklarasi Persatuan (Silaturahmi Akbar KEMA Tel U 2015)
![]() |
Membawa masuk seluruh Bendera Ormawa sesaat sebelum penandatanganan |
Selasa, 5 Mei 2015 diselenggarakan
acara yang sangat luar biasa, Aula FIT jadi saksi momentum deklarasi bersatunya
seluruh Keluarga mahasiswa Telkom University. Sudah lebih dari sebulan lalu
kami berkerja mempersiapkan suatu acara yang akan menjadi langkah awal bagi
bersatunya Kampus Telkom University. Acara ini awalnya proker(Program Kerja)
dari kementeran Dalam negeri sebagai kegiatan awal memperkenalkan visi/misi,
struktur, Proker, alur Kerja BEM kema Tel-U 2015. Namun sebelum mengeksekusi
proker open house ini, kami mengkaji terlebih dahulu proker yang akan digarap
apakah bermanfaat bagi mahasiswa? Apakah tujuan yang akan dicapai dari acara
ini? lalu tindak lanjut apa yang akan diambil setelah terlaksana acara ini?
dampak apa yang akan terjadi dari acara ini?
Namun hasil dari kajian tersebut
ternyata sampai saat ini belum ada deklarasi persatuan antar setiap ormawa(UKM,
HIMA, BEM, DPM, komunitas dan Mahasiswanya) dari setelah meleburnya 4 kampus(IT Telkom, IM Telkom, STISI Telkom,
Politeknik Telkom) menjadi Telkom University. BEM Kema 2014 berhasil
memediasikan pembentukan badan eksekutif tingkat Himpunan diseluruh prodi dan
membantu proses peleburan setiap unit kegiatan mahasiswa(UKM). Sudah seharusnya BEM Kema Tel-u 2015 melanjutkan perjuangan
demi Telkom University yang lebih baik. Maka acara inti dari Silaturahmi Akbar
ini adalah deklarasi bahwa seluruh Keluarga Mahasiswa Telkom University ingin
bersinergi dalam memajukan Almamater tercinta.
Friday, May 1, 2015
Opini,
TotalitasPerjuangan
0
comments
Mayday- Ekspresi Perjuangan Melawan Penindasan Kapitalisme
Beberapa
hari yang lalu, tepatnya pada tanggal 1 Mei 2015 saya turut menjadi salah satu
serpihan dari mozaik ekspresi massa tentang perjuangan melawan penindasan
kapitalisme. Siang itu, matahari cukup ketus membakar kulit kami yang juga
terbakar kekecewaan atas penindasan kaum kapitalis yang masih saja terjadi.
Siang di seberang sebuah istana yang mulia, ribuan orang berdesakan sambil
berteriak, bernyanyi, dan mengekspresikan dengan cara apapun yang mereka bisa.
Semua demi satu tujuan, perjuangan melawan penindasan.
Sejak
pagi hari, ribuan massa sudah memadati jalan-jalan di ibukota. Berbagai macam
serikat buruh dari segala penjuru dengan berbagai macam warna pakaian yang
mereka kenakan satu per satu mulai berdatangan. Tuntutan demi tuntutan mereka
sampaikan dengan suara lantang yang dipertegas dengan kepalan tangan. Seakan
memberi peringatan bahwasanya mereka datang bukan sekedar menjadi hiburan di
depan istana yang menjadi simbol kebanggaan.
Tak
bisa dipungkiri secara historis kaum buruh menjadi sebuah warna tersendiri
dalam perjuangan pergerakan di Indonesia. Sejak era kaum palu arit, buruh dan
tani seolah menjadi kekuatan massa yang begitu kuat menjelma bak dewa. Partai
apapun yang mampu menarik hati mereka, pastilah berpeluang besar menjadi
penguasa. Namun ironisnya, kekuatan mereka seakan-akan hanya menjadi minyak
yang dibakar. Mampu menghangatkan dan menerangkan yang membakarnya namun
menguap begitu saja.
Dan
aku melihatnya, menjadi saksi atas generasi kita yang kusebut generasi berbagi.
Aku melihat gejala kedermawanan itu muncul di setiap wajah yang kita sebut kaum
muda. Di setiap saat setiap orang bisa saja berbagi, dengan begitu mudahnya
membobol tembok rahasia menjadi miliki bersama. Lalu nampaklah, satu persatu
semua menjadi semakin jelas apa yang ada di dalamnya. Sebuah ruang intim yang
tak lagi intim. Tak bersekat, tak berjarak, sungguh begitu dekat, begitu mesra.
Lalu
kulanjutkan dan mungkin kau akan bertanya-tanya, apakah yang sama-sama kita
bagi? Ia-kah yang kita dermakan berupa semangat hayati hidup bersama? Ia-kah
kisah-kisah indah antara pangeran dan tuan putri? Ia-kah tentang keberanian
hidup untuk menjawab setiap tanya tentang hari esok yang tak pernah pasti akan
hidup atau mati?
Ingin
kusudahi namun tetap kubertanya, apakah kita berderma tentang kisah-kisah indah
penuh bahagia yang terjadi dalam hidup kita namun hanya menyulut api cemburu
bagi jelata? Di lantai merah, kita sering bercerita tentang
kenikmatan-kenikmatan dan keindahan dunia. Betapa megahnya, betapa canggihnya,
betapa lezatnya, betapa mahalnya, betapa mesranya, betapa, betapa, dan betapa
hingga segalanya menjadi hampa.
Generasiku,
generasi berbagi yang begitu mesra dalam cumbu kehampaan. Dekat dalam
berjauhan. Erat dekapan kemajuan zaman. Rekat dalam memisahkan. Kuat dalam
melemahkan. Penuh tawa membuat kesedihan. Rendah hati untuk menyombongkan. Dan
sungguh tiadalah aku berhak untuk berucap apa-apa karena untukmu itu pun hak.
Aku hanya berdoa agar segala sesuatunya bagiku tak lagi menjadi hampa di antara
hiruk-pikuk generasiku yang pandai tertawa dalam tangis dan menangis dalam tawa.
biarkan
sayap kecil tuk terbang
susuri
angkasa dan melihat dunia
bahwa
betapa lucunya dunia kini
biarkan
ia melangkah keluar semak berduri
tuk
hisap nektar-nektar keabadian
yg
tumbuh dari bunga-bunga konflik abadi
walau
sayapnya patah, ia masih lah kupu-kupu
bermotifkan
cerita soal fluktuasi mimpi
terejawantahkan
dalam nyatanya realita
penuh
esensi dalam tiap bagian-bagiannya
esensi
yg tuntut konflik dalam alur manusia
ia
masih lah kupu-kupu kecil yg sayapnya patah
terbang
rendah bersama angin sepoi
melintasi
rerumputan yg menari bersamanya
demi
mencari sari surga dalam suaka
membebaskan
yg terkekang harapan dan ide
walau
dirinya terbang dalam kungkungan dunia
dunia
masih lah dunia ketika ia merubahnya
ia
masih hitam putih ketika menetas
dan
berwarna ketika pelangi menyinarinya
dari
bias-bias lautan penuh tinta pengetahuan
yg
tiap hari ditimba tuk mengukir gambaran
dari
tiap perjalanan suci para hamba mencari pusara
dimana
kebijaksanaan dan kebajikan dimakamkan
ia
masih lah kupu-kupu bersayap patah
patah
karena memori yg membakar emosinya
tak
apalah baginya bersenda dalam gurauan hina
walau
hal tersebut membakar dogma dirinya
akan
tafsirnya soal pragmatisnya kehidupan
ingatlah!
ia masih kupu-kupu bersayap patah
hingga
malam membinanya menjadi kuat
sebuah
elegi yg mengalahkan kisah esok hari
soal
kemandegan proses menuju nirwana
ia
kupu-kupu dan pada akhirnya jadi guru
soal
kebebasan dan kehendak bebas
soal
kematian yg ditakuti manusia
soal
kuatnya konflik menghantam durja dan durga
soal
beradu melawan waktu
lalu
mati menjadi abu
Wednesday, April 8, 2015
Motivasi,
Opini
0
comments
Bhineka Tunggal Ika sebagai Semboyan Pemersatu Bangsa
Indonesia
merupakan negara yang kaya. Secara geografis, Indonesia terletak di antara dua
benua dan dua Samudera serta terletak di dalam lingkaran cincin api dunia.
Selain itu, kondisi geografis Indonesia juga membentuk Indonesia yang terdiri
dari ribuan pulau-pulau. Jika mengikuti pembagian iklim berdasarkan lintang,
maka Indonesia terletak di iklim tropis. Jika ditinjau lebih jauh, kondisi alam
Indonesia ternyata sangatlah heterogen dengan adanya bioma-bioma yang beragam
di wilayah-wilayah di Indonesia. Hal ini menyebakan Indonesia memiliki keyakaan
alam yang sangat luar biasa. Implikasi logis dari kekayaan alam tersebut ialah
kekayaan budayanya. Sebab, manusia akan hidup mengikuti bagaimana alam tempat
hidupnya sebab Kebudayaan manusia dibentuk oleh faktor alam(nature) dan
faktor sosial(nurture).
Kekayaan
kondisi alam Indonesia yang menyebabkan kebudayaan yang beragam tersebut
menyebabkan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat plural. Indonesia bisa
dikatakan plural sebab secara suku, bahasa, agama, dan kepercayaan Indonesia
sangatlah beragam. Keberagaman tersebut tentunya menjadikan masyarakat
Indonesia memegang nilai-nilai yang berbeda antara satu dengan yang lainnya
sehingga sangat mungkin terjadi ketidakcocokan yang bisa menimbulkan konflik.
Kondisi masyarakat Indonesia seperti demikian juga disadari oleh parafounding
fathers saat merumuskan dasar negara kita, yakni Pancasila yang mengandung
nilai-nilai pluralitas.
Subscribe to:
Posts (Atom)