Thursday, February 28, 2019 0 comments

Dibalik Peristiwa Malari, 1974



Ali Moertopo adalah salah satu dari elite militer yang menduduki posisi-posisi penting pada masa pemerintahan Soeharto. Beliau merupakan seorang yang sangat dekat dengan Soeharto, seseorang yang selalu berusaha menyingkirkan lawan politiknya orde baru. Beliau terkenal sangat Macchiavelis dan terkenal jenius dalam menyingkirkan lawan. Beberapa posisi penting yang pernah ia duduki antara lain : Deputi Kepala Operasi Khusus (1969 – 1974), Wakil Kepala Bidang Intelijen (1974 – 1978), Penasihat Badan Pemenangan Pemilu Golkar, dan Menteri Penerangan RI (1978 – 1983). Sosoknya dikenal sangat dekat dengan Soeharto. Kedeketan mereka terjalin sejak Ali membantu Soeharto dalam menduduki jabatan sebagai Pangdam Dipenogoro dengan pangkat kolonel, sebagai imbalan atas naiknya Soeharto tersebut, Ali ditunjuk sebagai Asisten Teritorial.
Dibalik kekejamannya terhadap lawan politik Orde Baru saat itu, Ali juga banyak melakukan reformasi di bidang intelijen Negara, mendirikan CSIS (Centre of Strategic and International Studies), dan menerbitkan tulisan Dasar-dasar Pemikiran Tentang Akselerasi Modernisasi Pembangunan 25 Tahunyang selanjutnya diterima oleh MPR pada saat itu sebagai strategi pembangunan jangka panjang. Jelas, karya-karya Ali tersebut sangat berpengaruh bagi kelangsungan dunia pemerintahan Indonesia hingga sekarang.
Thursday, February 21, 2019 0 comments

Update Kudeta Venezuela: Hari ini Kita Menang!


23 Februari tiba dan pergi. Ini adalah hari yang telah ditetapkan oleh AS dan para boneka-bonekanya sebagai D-Day, ketika “bantuan kemanusiaan” seharusnya menerobos masuk ke Venezuela dengan mematahkan otoritas sang iblis kejam Maduro. Ini bahkan diakui oleh koresponden BBC, yang menulis bahwa 23 Februari tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan bantuan kemanusiaan, dan sebaliknya adalah dalih untuk menolak otoritas presiden Maduro.
Dalam kegilaannya, Guaido (yang dipanggil “Anjing Putih” oleh rakyat Venezuela) memanggil dirinya “Komandan Angkatan Bersenjata Tertinggi” (Commander-in-chief) (https://twitter.com/jguaido/status/1099318048601894912). Apa selanjutnya? Paus? Pemenang Nobel?
Peristiwa dimulai pada 22 Februari dengan konser yang digelar oleh miliarder AS Richard Branson di jembatan Tienditas, di perbatasan Venezuela-Kolombia. Ya, ini adalah jembatan yang diklaim Senator AS Marco Rubio telah diblokade oleh “rejim Maduro”, padahal jembatan ini belum diresmikan ataupun dibuka untuk lalu lintas umum. Media massa tentunya telah mengulang-ulang kebohongan ini ad nauseam, dengan hanya CBC yang repot-repot meretraksi berita mereka. “Konser Kemanusiaan” Branson rencananya ingin menarik setengah juta penonton, tetapi pada akhirnya konser ini hanya jadi acara mungil, dengan maksimal 20 ribu orang hadir.
0 comments

INTERNASIONALE, Lenin, dan Revolusi Proletariat


“Bangunlah kaum yang lapar”
“Bangunlah kaum yang hina”
“...........................................”
“Dan Internasionale pasti lah di dunia” 
Penggalan lirik terakhir dari lagu Internasionale menggema seluruh bumi. Lirik tersebut menggambarkan kepastian bahwa internasionalisme proletar yang di cita-citakan Karl Marx di abad 19 akan terjadi. Impian tersebut tidak hanya sekedar impian karena Karl Marx bukanlah seorang utopian yang memimpikan Sosialisme. Karl Marx dan Friederick Engels memastikan Sosialisme dengan teori-teori ilmiah yang masuk akal, bukan hanya omong kosong belaka. Karl Marx bahkan berkata bahwa teorinya tersebut akan menjadi usang jika tidak dibarengi dengan praktek. Maka seorang Lenin lah yang menggemakan praktek tersebut untuk pertama kalinya di dunia. Negara buruh pertama di dunia berdiri dengan megah pada tahun 1917. Ini semua bukan karena impian, namun karena sebuah usaha yang di maksimalkan.
Thursday, February 14, 2019 0 comments

Menunggumu Satu Kali Lagi


Perihal menunggu, aku yang paling tahu. Langit saja sudah jemu menyaksikan kebodohanku yang terus meyakini sebuah kalimat darimu. “Tunggu aku,” katamu beberapa waktu lalu. Kala itu, aku hanya mengangguk setuju. Namun, ternyata menunggumu tak pernah semudah yang kubayangkan. Aku harus menunggumu, yang sedang berbagi rasa dengan sosok lain di sisimu. Sungguh, aku meragu pada apa yang bentang di hadapan kebersamaan kita-pada masa depan yang direncanakan. Menunggu menjadi jalan terbaik-sampai kupikir, kita tidak bisa berada di jalan yang sama lagi. Tidak denganmu.
Siapakah yang paling tahu tentang masa depan? Baik aku maupun kau, tak ada yang bisa menentukan. Hidup ini seperti uang logam. Satu sisi adalah masa depan yang kuyakini–kebersamaan, sedangkan satu sisi lain adalah masa depan yang kauyakini–perpisahan. Kita hanya perlu menunggu tangan semesta melemparkan uang logam itu dan melihat sisi mana yang akan muncul dan menjadi kenyataan.
Friday, February 8, 2019 0 comments

Perpisahan Sepi


"Pada akhirnya kita menyerah pada kata pergi."
Pergi. Satu kata yang harus kuselipkan di antara guguran kenangan kita. Sepertinya kita sudah taklagi menapak di jalan yang sama-yang dulu kamu senang berada di sana. Pergi katamu? Bukankah kamu dulu pernah berjanji untuk selalu bersama denganku? Bukankah kamu sendiri yang pernah bilang untuk selalu berpegangan tangan satu sama lain meskipun kita sedang berada di jalan yang berbeda?
Waktu telah mengubah segalanya-kamu taklagi sama seperti seseorang yang kucintai. Maaf, bila janji itu taklangsai, kupikir kamu hanya sekadar menggenggam tanganku saja, tetapi tak menghangatkannya. Bukankah sendiri itu dingin? Ya, aku merasa sendiri denganmu. Bagaimana bisa aku menghangatkan tanganmu jika untuk menggenggam tanganmu saja aku harus berlari mengejarmu? Tidak sadarkah kamu bahwa aku sedang mengejar mimpiku juga? Seharusnya kamu pelankan langkah kakimu agar aku bisa tetap mengimbangimu. Tetapi sekarang? It’s too late.
Wednesday, February 6, 2019 0 comments

Venezuela: Patahkan Kudeta Kontra-Revolusioner dengan Sosialisme


Berita kudeta bukanlah sesuatu yang mengejutkan di Venezuela. Revolusi selalu menghasilkan reaksi dari kutub yang berseberangan, yakni kontra-revolusi, dan sejak rakyat pekerja miskin memilih Hugo Chavez pada 1999 dan memulai proses Revolusi Bolivarian kontra-revolusi telah menampakkan kepalanya berkali-kali.
Usaha kudeta kali ini dimulai dengan pemberontakan sejumlah perwira National Guards pada Senin, 21 Januari. Pemberontakan tentara ini berhasil dipatahkan, tetapi ini disusul dengan sejumlah demonstrasi pada malam harinya. Pihak oposisi melihat ini sebagai kesempatan untuk meneruskan ofensifnya. Guaido, pemimpin oposisi, segera mengumumkan dirinya sebagai presiden interim dan menyerukan kepada tentara untuk pecah dari pemerintahan Maduro dan meluncurkan kudeta militer.
Ini segera disokong oleh pemerintahan AS, yang langsung mengakui kedaulatan Guaido sebagai presiden Venezuela. AS telah merestui usaha penumbangan rejim Venezuela sejak awal dan kali ini bahkan tidak menutup kemungkinan intervensi militer. Mereka dengan serius sedang mempertimbangkan memperketat lebih lanjut embargo ekonomi. Sejak awal memang rejim AS telah melakukan segalanya untuk melemahkan Revolusi Bolivarian. Kali ini mereka bahkan lebih blak-blakan dalam usaha mereka. Sungguh Revolusi Bolivarian ada di ujung tanduk sekali lagi. Setiap kaum buruh dan muda yang sadar kelas akan memperhatikan dengan dekat peristiwa di Venezuela, dan kekalahan Revolusi Bolivarian adalah kekalahan bagi gerakan proletariat di seluruh dunia.
0 comments

Manifesto Golput



Ada hantu berkeliaran di Indonesia – hantu Golput. Semua kekuatan di Indonesia telah menyatukan diri dalam sebuah persekutuan keramat untuk mengusir hantu ini: Jokowi dan Prabowo, para relawan paslon dan tuan-nyonya pengamat politik, kaum demokrat dan liberal, aktivis lama 98 yang sudah letih, pengumbar NKRI dan Pancasila, para abdi Bela Negara, dan kaum Marxian di kampus-kampus.
Dimanakah ada kaum revolusioner hari ini yang tidak dicacimaki sebagai pecundang oleh lawan-lawannya yang kini berkuasa lantaran menolak mendukung kandidat borjuasi? Dimanakah ada aktivis lama 98 yang tidak melontarkan cap tuduhan “pendukung fasis” kepada kaum muda dan buruh yang sadar kelas, yang karena kesadaran kelasnya maka menjaga kemandirian kelasnya dan menolak mencampuradukkan panji perjuangan mereka dengan kelas penguasa borjuasi?
 
;