Di sayup-sayup adzan Maghrib
berkumandang, pikiran saya gusar dalam melihat wajah Karl Marx yg menangis
karena orang-orang tertindas yg dibelanya bahkan mencela pemikirannya karena
Marxisme itu sama dengan Atheis. Suatu argumen yg sangat fallacy! Gusdur saja
mengakui kalau Karl Marx itu ialah seorang yg mengubah wajah peradaban dunia.
Karl Marx yg sangat lelah memikirkan bagaimana caranya agar dunia tidak lagi
ada penindasan dan bagaimana para pekerja bisa melampaui sistem yg menindasnya,
kita malah mencelanya sebagai seorang yg menciptakan onar - bersama Lenin,
Stalin, Mao, dan Pol Pot - menghancurkan sebagian dunia.
Disaat Marx menemukan hakikat kerja
yg seharusnya bisa membuat manusia bahagia, kita malah nyenyak mengejar kerja
yg nantinya akan menindas kita. Ada apa dengan kita semua? Logika Kapitalisme
telah menyebabkan kita secara bersama-sama bersikeras mengatakan bahwa Marxisme
itu iblis, haram, laknat, diciptakan oleh seorang Anti-Christ yg bernama Karl
Marx! Seharusnya Marx itu menjadi kerak dari neraka yg paling jahanam! Atau
kata lainnya, Komunisme itu kafir! Allahu Akbar!!!! Kepala kita, super-ego
kita, dan id kita telah dimiliki para penimbun harta yg serakah. Kalau begitu,
Alqur'an memang sangat benar. Mereka sejatinya telah dibicarakan dengan
sederhana dalam berbagai ayat Alqur'an seperti surah Al Ma'un.
Jika Tuhan tidak menciptakan Karl
Marx, maka kesehatan pemikiran anda semua mungkin tidak akan terganggu.
Bagaimana tidak? Abad 20, ketika sepertiga penduduk dunia dikuasai
pemikirannya, dua pertiga sisanya mempersoalkannya. Ketika Fukuyama
memproklamirkan akhir sejarah dengan kemenangan Liberalisme-Kapitalisme, maka
jangan bermimpi kalau penindasan akan menang, kenyataannya Eagleton juga
mempertanyakan, "Why Marx Always Right?".
Jika saja Marx tidak mengatakan
agama itu candu masyarakat serta tidak mengkritisi keberadaan pelayan Tuhan yg
juga melayani kaum borjuis, mustahil bagi kita untuk tidak menolaknya layaknya
kedatangan nabi baru. Tetapi Marx tidak bisa berbohong, jika kita membaca Weber
mengenai etika Protestan, kita dapat memaklumi bahwa para pelayan Tuhan
sebagian besarnya merupakan penghisap kantong borjuis. Para agamawan adalah
para pekerja yg berkata, "ndak usah khawatir, jika kamu bersabar ditindas,
surga di akhirat balasanmu". What the fuck? K.H. Misbach dan Uskup Romero
saja sadar bahwa sejatinya agama bukan melulu berbicara soal akhirat, tetapi
juga berbicara soal bagaimana masyarakat sejahtera.
Jika para liberalis sekaliber
Milton Friedmann berusaha mempermalukan Marx dengan teori mutakhirnya, kita
tidak perlu bersusah payah mengkritik teori tersebut, Rossa Luxemburg dengan
"The Accumulation of Capital"nya sebelumnya sudah mengkritik itu.
Jadi kelihatan siapa yg ketinggalan zaman, Marxis atau Liberalis? Bagaimana
dengan Blair? Pada kenyataannya, Corbyn sudah menelanjanginya habis. Kasihan!
Susah payah para Liberalis ini mengkritik seakan tiada gunanya. Di Indonesia,
ada Rizal Mallarangeng dan Luthfie Assyaukanie yg mendoktrin soal kebebasan,
dan rupanya omongan kosong mereka sudah dibantah Engels yg berkata,
"perjuangan melawan penghisapan dan penghapusan kelas merupakan lompatan
dialektika menuju kebebasan". Para liberalis ini berusaha menutup-nutupi
penindasan, tetapi seakan tiada guna. Andai saja Marx tidak menelurkan teori
nilai kerja dan pendalaman nilai lebih dengan mengkritik Smith dan Sismondi,
mustahil Marxisme tetap relevan di masa kini.
Bagaimana dengan alienasi? Aku
kasihan dengan Marx yg sangat diasingkan di Indonesia. Tetapi Marx tidak pernah
mengasihani dirinya, ia lebih mengasihani para pekerja yg terasing dari
komoditi ciptaannya. Lebih dari itu, ia mengasihani keterasingan manusia dari
kemanusiaannya. Loh, Marxisme kan kontradiktif dengan Humanisme? Kata siapa?
Selama Humanisme bukan bayang-bayang dari para borjuis untuk menutup-nutupi
penindasan yg terjadi, maka Humanisme adalah suatu keharusan. Marx bukan tanpa
alasan menyebutkan soal alienasi, hal ini tidak lebih karena Humanisme sudah
terkikis maknanya di masa Kapitalisme.
Tapi kan masyarakat tanpa kelas itu
utopis? Jangan menganggap masyarakat tanpa kelas itu khayalan belaka hanya
karena Marx jarang membahasnya. Masyarakat tanpa kelas - menurut Marx - ialah
suatu fase perjuangan tanpa akhir untuk menghapus kelas. Kenapa harus dihapus?
Selama adanya kelas-kelas produksi yg saling berkontradiktif, selama itulah
manusia saling menindas dan ditindas. Inilah yg menjadi alasan mengapa Marx
menolak adanya kelas dalam masyarakat. Secara tersirat, hal ini tidak bertolak
belakang dengan tujuan Islam di dunia. Untuk apa ada cerita Imam Mahdi kalau
bukan untuk menunjukkan bahwa Islam juga memimpikan soal masyarakat tanpa kelas
- tentunya dengan sebutan lain, yaitu masyarakat Tauhidi, kata Ali Ashgar Engineer.
Kata Eagleton, tidak ada ilmu yg
secara kompleks melawan komplotan para penghisap, Fasisme, dan doktrin
perjuangan Kolonialisme selain dari ilmu Marxisme. Bukan hanya itu saja, tidak
ada satupun filsafat sejarah yg berusaha membuka kedok para sejarawan bayaran
pemerintah atau sejarawan yg independen bahwa - pada kenyataannya - sejarah
memang selalu memihak. Inilah mengapa muncul Mazhab Annales di Perancis dan
juga Mazhab Historisme di Jerman. Atau kata Pak Dede Mulyanto, mustahil kita
belajar Antropologi secara menyeluruh tanpa mengenal Marx dan Engels. Secara
istimewa, lewat The Mathematical Manuscript juga, Marx membicarakan bagaimana
kalkulus dapat membongkar penghitungan laba, sewa, harga komoditi, dan upah.
So, what the fuck? Apa yg tidak relevan dari Marxisme? Menurut saya, yg tidak
relevan dari Marxisme hanyalah soal dogmatisme-nya saja, selebihnya Marxisme
dan perkembangannya merupakan suatu ilmu yg relevan selama Kapitalisme dan
turunannya itu masih relevan.
Dalam kata pengantar penerbit Hasta
Mitra dalam buku Das Kapital jilid pertama bahkan menyebutkan:
"Sebagai karya yg menguliti
segala aspek sistem kapitalis dan memperlihatkan bagaimana sistem itu bekerja
dalam kenyataan, Das Kapital akan terus relevan selama sistem yg dibahasnya
masih bertahan. Dalam hal ini perlu diperjelas bahwa sistem kapitalis yg
dibedah oleh Marx memang memiliki prinsip kerja yg sama seperti sistem yg kita
hidupi sekarang ini. Produksi komoditi tentu mengalami kemajuan pesat, tapi
tetap berpijak pada prinsip akumulasi modal yg dilihat Marx dalam Das Kapital.
Bahkan dalam beberapa tahun terakhir kita justru melihat kembalinya 'abad
kegelapan' Kapitalisme, dimana perampasan milik dan pemupukan kekayaan berjalan
seiring perang, kematian, dan kehancuran."
So, apa lagi yg harus bagaimana
lagi kita bilang? Marxisme memang selalu benar ketika Kapitalisme bersikeras
juga untuk benar. Jangan percaya logika kapital, tapi percayalah realita dan
kerjakan praksisnya! Bela yg mustadh'afin! Ciptakan masyarakat tanpa kelas!
Mulai dari diri sendiri! Tak guna filsafat jika kita hanya sekedar
mendebatkannya.
Seperti kata Marx:
"Para ahli filsuf dari dulu
hingga sekarang hanya bisa menafsirkan dunia, tetapi yg terpenting ialah
mengubahnya."