Wednesday, December 30, 2020 0 comments

Pandemi Korona Menguak Wajah Kita

 

Dua fenomena yang muncul saat wabah korona merambah di Indonesia adalah sulitnya mengatur penjarakan sosial (social distancing), namun pada saat yang sama muncul pula gerakan volunterisme yang dianggap sebagai cerminan gotong royong. Masyarakat berbondong membuka dapur umum, menyisihkan uang dan barangnya untuk membelikan masker, APD, ventilator. Pertanyaannya adalah, mengapa penjarakan sosial cukup sulit di lakukan di Indonesia? Apakah gotong royong dan voluntarisme, adalah sifat alami dari masyarakat Indonesia atau ia reaksi terhadap kondisi politik ekonomi saat ini?

Mengapa Social Distance Sulit Diterapkan

Sulitnya penerapan social distancing bukan karena watak esensial masyarakat kita yang komunal. Kerekatan sosial adalah reaksi terhadap corak pemerintahan kita yang selama ini minim dalam menyediakan sistem kesejahteraan terhadap masyarakatnya.

Thursday, December 24, 2020 0 comments

Santa Claus dan Jack Skellington

 

MARI kita bermain teka-teki di penghujung tahun ini. Untuk Anda yang sedari kecil merayakan Natal pastinya sudah tak lagi asing dengan sosok pria tua gemuk berjanggut putih mengenakan pakaian musim dingin berwarna merah dan putih. Dari cerita kakek nenek atau ayah ibu, Anda pasti mendengar bahwa pria itu datang ke rumah anak-anak baik hati untuk membagikan kado yang dibawanya pada malam Natal. Konon, beliau mengendarai kereta kuda terbangnya dari Kutub Utara, mendarat di atap-atap rumah lalu masuk melalui cerobong asap, menaruh kado-kado di sebelah pohon Natal dan menitipkan pesan singkatnya kepada anak-anak baik yang dihadiahinya.

Orang memanggilnya Santa Claus, Sinterklas atau hanya memanggilnya dengan sebutan Santa. Santa sangat terkenal khususnya pada hari Natal di belahan dunia Eropa dan Amerika Serikat. Siapakah sesungguhnya pria tua berjanggut putih itu? Dari mana kado-kado itu berasal? Siapakah yang membuatnya? Bagaimana membuatnya? Meski anak-anak tak pernah mempertanyakannya, tapi anak kecil yang dulu menerima kisah itu dengan pengharapan, kini kepalanya penuh dengan pertanyaan.

Thursday, December 17, 2020 0 comments

Membayangkan Politik Dunia Setelah Korona

“Di abad ke-21, perasaan bukan lagi algoritma terbaik di dunia.”

—Yuval Noah Harari, Homo Deus

“Prinsip kepemilikan-diri adalah sebuah prinsip yang menempati kedudukan penting dalam ideologi kapitalisme. Prinsip ini menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak milik pribadi yang utuh atas diri dan tenaganya sendiri.”

—G.A. Cohen, Self-Ownership, Freedom and Equality

SEPERTI halnya dalam ekonomi, COVID-19 adalah sebuah keadaan kahar dalam politik dunia. Keadaan ini membatalkan begitu banyak asumsi politik sehari-hari kita. Hampir seluruh segi kehidupan politik kita bertopang pada mobilisasi rakyat banyak: mobilisasi suara, mobilisasi massa di jalanan, mobilisasi kekuatan bersama yang di Indonesia dikenal sebagai gotong royong. Itulah juga yang menandai demokrasi yang kita kenal selama ini. Kaitan itu begitu eratnya hingga kita bisa menyimpulkan: tidak ada demokrasi tanpa keramaian. Hak untuk berkumpul dan membuat keramaian adalah motor yang menggerakkan demokrasi. Dengan penjarakan fisik yang diakibatkan oleh COVID-19, hal-hal itu ditangguhkan buat sementara waktu. Bersama dengan itu banyak segi kehidupan politik kita yang juga tertangguhkan. Maka tidak kelirulah bila dikatakan bahwa virus korona menghadirkan sebuah situasi darurat (state of emergency) dalam tatanan politik global.

Wednesday, December 9, 2020 0 comments

Membayangkan Ekonomi Dunia Setelah Korona


 “Modal bukanlah benda, melainkan proses yang hanya ada dalam gerak. Ketika sirkulasi berhenti, nilai lenyap dan keseluruhan sistem menjadi runtuh. …

Tidak ada kapitalisme tanpa gerak.”

—David Harvey, A Companion to Marx’s Capital, 2010, 12

PERUBAHAN besar sedang terjadi di seluruh dunia. Kekayaan dari sebuah dunia di mana moda produksi kapital-finansial mendominasi tampil dalam wujud unggunan surat-surat: kontrak dagang, kontrak kerja, kontrak kerjasama finansial. Seluruh surat-surat itu ditutup dengan sebuah pasal tentang keadaan kahar (force majeure): “apabila terjadi hal-hal yang berada di luar kendali para pihak, maka perjanjian ini dinyatakan tidak berlaku selama hal-hal itu terjadi.” Seorang pekerja tidak bisa dituntut untuk terus bekerja seturut kontrak apabila, misalnya, gempa bumi menelan habis pabriknya. Perekonomian dunia saat ini sedang dihadapkan pada keadaan kahar itu: COVID-19. Berbeda dengan keadaan kahar biasanya, kali ini kita menghadapi sebuah keadaan kahar universal, suatu universal state of exception.

Wednesday, December 2, 2020 0 comments

Pandemi Covid-19 dan Mendesaknya Internasionalisme Proletariat

Hingga tulisan ini disusun, tercatat sudah 2,5 juta lebih kasus infeksi dan 170 ribu korban meninggal di seluruh dunia karena pandemi Coronavirus desease 2019 (Covid-19). Dampak dari pandemi ini juga meluas ke berbagai sektor: ekonomi, politik, dsb.

Yuval Noah Harari menyatakan ini adalah krisis global terbesar dalam generasi kita yang datang secara mendadak. Tahun kemarin, mayoritas penduduk dunia belum mengenalnya. Kini, Covid-19 memperparah krisis sistemik  dalam kapitalisme yang sudah terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Datangnya Covid-19 meluluhlantakkan perhitungan-perhitungan ekonom dalam menghadapi krisis sebelum datangnya Covid-19.

Bisa kita lihat melalui berbagai media, sendi-sendi penopang kehidupan manusia mulai mengalami kekacauan. Industri-industri kalang-kabut, kerugian dalam jumlah besar meluas, dan potensi sebagian besar bangkrut. Sementara itu, saat tulisan ini direview, jutaan buruh telah di-PHK [1] dan jutaan lainnya mengantri. Kita, mayoritas dari bagian penduduk dunia, berada dalam kondisi paling terancam (tertular virus, terkena PHK, tidak bisa memenuhi kebutuhan, dst.).

Thursday, November 26, 2020 0 comments

Virus dan Kapitalisme

 

TAHUN 2020 ini akan tercatat sebagai sebuah babak penting dalam sejarah. Bukan karena pamitnya Ronald McDonald dan kawan-kawan dari Sarinah atau karena tiga musisi legenda Indonesia baru saja meninggalkan kita untuk selamanya, tapi karena diberhentikannya sejumlah besar pekerja dari satu-satunya sumber penyambung hidupnya. Tahun ini juga penting karena tersadarnya banyak pemilik modal bahwa dirinya juga merupakan manusia hidup yang sesungguhnya tak selalu butuh keuntungan, namun selalu perlu makan. Tamparan ini datang dari kekuatan berukuran mikroskopik yang ternyata lebih berbahaya ketimbang jentikan jari Thanos. Dunia sains mengenalnya dengan sebutan virus, suatu mikro-organisme yang beberapa kali dalam sejarah hampir saja meluluhlantahkan peradaban manusia.

Kisah serupa pernah dialami umat manusia sekitar tujuh abad silam ketika dunia diporak-porandakan oleh wabah Bubonik yang oleh banyak orang disebut Black Death. Merenggut kurang lebih 200 juta jiwa, wabah ini bahkan menjadi salah satu kekuatan yang ikut berkontribusi menyudahi sistem feodalisme di Eropa pada abad pertengahan. Selain pada zaman pertengahan, wabah juga menyerang dunia modern.

Wednesday, November 18, 2020 0 comments

Korona dan Kerala: Belajar dari Negara Bagian Merah di India


SEPERTI Amerika Serikat (AS), India menggunakan federalisme sebagai fondasi sistem pemerintahannya. Namun berbeda dari Amerika Serikat, warna merah di India tidak digunakan untuk menggambarkan negara bagian yang dikuasai oleh Partai Republik yang berhaluan konservatif, melainkan mengacu pada Communist Party of India (CPI)dan Communist Party of India (Marxist) (CPI(M)), dua partai kiri yang selama dua dekade terpilih untuk memimpin negara bagian Kerala. Berbeda juga dengan rezim Partai Republik AS di tingkat lokal dan nasional yang terkenal suka memangkas anggaran sosial, pemerintahan kiri di Kerala justru berhasil meningkatkan tingkat partisipasi warga dan menjamin berbagai layanan sosial bagi warganya. Kali ini, saya bermaksud untuk membahas kiprah pemerintahan kiri di Kerala, terutama dalam masa pandemic COVID-19, tepatnya di tengah lockdown atau kuncian sementara yang sangat ketat dilancarkan oleh pemerintah pusat India pada 25 Maret 2020 hingga 30 Juni nanti.

Semenjak penerapan kebijakan lockdown, India mengalami guncangan domestik yang cukup serius. Berbagai permasalahan bermunculan ke permukaan, seperti isu kesenjangan sosio-ekonomi serta konflik dan kekerasan komunal terkait kasta dan agama. Wabah virus Korona semakin memperparah persoalan-persoalan ini. Kemudian, kebijakan lockdown yang ketat yang telah diterapkan oleh pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi yang berkuasa sekarang, dilakukan secara sembrono. Kebijakan ini menimbulkan dampak yang berbahaya bagi berbagai lapisan masyarakat, khususnya kelompok-kelompok rentan dan buruh migran yang menjadi ‘tumbal’ dari percobaan skala besar dengan harga nyawa manusia, seperti yang diilustrasikan oleh penulis Arundathi Roy (2020).

Wednesday, November 11, 2020 0 comments

Kapitalisme ‘Mereproduksi’ Pandemi

 

Namun, janganlah kita terlalu bangga atas penaklukan-penaklukan kita terhadap alam. Karena masing-masing penaklukan itu berbalas-dendam terhadap kita. Setiap kejayaan, memang benar, di tempat pertama hasilnya memenuhi ekspektasi kita, tetapi di tempat kedua dan ketiga efeknya sangat berbeda, tak terduga, dan seringkali hanya membatalkan yang pertama. (Friderich Engels, The Part Played by Labour in the Transition from Ape to Man, 1876)

Korban terpapar Coronavirus disease-19 (Covid-19) terus berjatuhan. Hingga 6 April 2020,  1.285.257 manusia terinfeksi dan 70.344 diantaranya meninggal. Para pejabat Indonesia awalnya meremehkan sambil berkelakar.[1] Banyak tokoh nonpejabat juga membuat pernyataan menyesatkan.[2] Saat virus mulai merenggut korban jiwa, semua gelagapan. Petugas medis bekerja kewalahan tanpa perlindungan. Revisi-revisi pernyataan antarpejabat terjadi. Desa-desa dan Daerah-daerah berinisiatif lockdown, Pusat melarangnya demi ekonomi investasi.[3] Hingga kini, 22 dokter meninggal dan lebih dari seratus pekerja medis terinfeksi. Sedikitnya data korban versi Kementerian Kesehatan makin tak masuk akal, sampai-sampai Pemerintah daerah hingga Badan Nasional Penganggulangan Bencana terang-terangan menyangkalnya.

Thursday, November 5, 2020 0 comments

Coronavirus, Krisis dan Akhir Neoliberalisme

Tiba-tiba, kita melihat dunia yang berubah. Jalan-jalan kosong, toko-toko tutup, langit cerah tak seperti biasanya, dan meledaknya jumlah korban jiwa. Ini semua belum pernah terjadi di depan mata kita.

Di mana-mana, berita ekonomi mengkhawatirkan. Pandemi COVID-19 memicu kontraksi ekonomi paling dalam dan tajam sepanjang sejarah kapitalisme.[1] Mengutip Manifesto Komunis, semua yang padat telah mencair ke udara: ‘globalisasi’ menjadi terbalik; rantai pasokan yang panjang, yang sebelumnya merupakan satu-satunya cara ‘rasional’ untuk mengatur produksi, telah runtuh dan perbatasan (antar negara) yang sangat ketat telah mencair; perdagangan telah menurun secara drastis, dan perjalanan internasional menjadi sangat dibatasi. Dalam hitungan hari, puluhan juta pekerja menjadi pengangguran, dan jutaan bisnis kehilangan karyawan, pelanggan, pemasok, dan lini kredit (credit lines) mereka.[2]

Beberapa negara memperkirakan kontraksi PDB akan diukur dalam dua digit, dan sebuah antrian panjang dari sektor-sektor terdampak mendorong pemerintah melakukan bailout. Di Inggris saja, bank, kereta api, maskapai penerbangan, bandara, sektor pariwisata, badan amal, sektor hiburan, dan universitas berada di ambang kebangkrutan. Belum lagi para pekerja yang terlantar serta para wirausaha (secara nominal), yang kehilangan segalanya karena guncangan ekonomi yang bahkan belum terasa sepenuhnya.[3]

Thursday, October 29, 2020 0 comments

Judicial Review: Cara Penguasa Menjinakkan Gerakan Anti-Omnibus Law

 

PENGESAHAN Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Cipta Kerja pada 5 Oktober silam telah memicu lahirnya gelombang demonstrasi di berbagai wilayah di Indonesia. Undang-undang yang hingga kini naskah akhirnya tidak kunjung dapat ditunjukkan baik oleh pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah memuat banyak ketentuan bermasalah.

Banyak kajian akademik dan hasil penelitian berbagai lembaga independen telah mengupas pokok-pokok persoalan dari setiap kluster topik undang-undang tersebut. Namun, pemerintah dengan gigih membantah berbagai kritik terhadap UU Cipta Kerja sebagai hoaks dan disinformasi. Kritik terhadap kecacatan proses penyusunan undang-undang terkait partisipasi juga telah dibantah dengan mengklaim bahwa pemerintah dan DPR telah mengakomodasi representasi kelompok kepentingan yang berbeda.

Penting dicatat, pemerintah memiliki instrumen yang lebih memadai dan canggih dalam memanipulasi kesadaran publik: membantah berbagai bentuk kritik serta mendomestifikasi dan mengerdilkan perlawanan dengan mengarahkan tuntutan ke jalur-jalur yang telah direkayasa untuk memperlemah gerakan.

Wednesday, October 21, 2020 0 comments

Ilusi Nawacita dan Kegagapan Kaum Intelektual Kiri

BERBAGAI analisis telah menunjukkan mengenai kecil dan insignifikannya gerakan kiri di Indonesia sejak 1965 dan karena itu pula agenda politik yang progresif menjadi marginal. Dalam debat mengenai posisi politik untuk pemilu 2019, para penulis IndoPROGRESS juga bersepakat pada kesimpulan serupa. Pokok perdebatan terletak pada bagaimana membangun kekuatan politik alternatif serta mengonsolidasikannya sebagai gerakan yang mampu secara signifikan mendesakkan agenda politik yang progresif.

Ada dua posisi yang bisa dikata saling bertentangan dalam debat itu. Posisi pertama, mendorong perubahan dari dalam dengan mendukung atau beraliansi dengan salah satu kekuatan politik yang bertarung dalam pemilu. Posisi kedua, mengampanyekan agar konsolidasi gerakan alternatif dilakukan tanpa beraliansi dengan kekuatan politik mana pun yang tidak mengutamakan agenda kerakyatan. Saya termasuk yang bersepakat dengan posisi kedua sebagaimana telah saya kemukakan dalam beberapa tulisan sebelumnya.

Friday, October 16, 2020 0 comments

Prakerja, Cilaka, Minerba: Memanjakan Kapitalis, Menindas Pekerja

 

Virus Covid-19 tak hanya cepat menular dan membunuh manusia. Ia juga dengan gesit menggerogoti jantung perekonomian kapitalisme. Imbasnya, kapitalis tidak mempunyai jalan lain selain memecat sepihak buruhnya demi mengantisipasi kebangkrutan. Mayoritas buruh dipecat tanpa diberi pesangon. Mereka kemudian berduyun-duyun ke jalan, menggalang aksi menuntut pesangon serta nasib mereka kelak.

Dalam situasi kalut itu, pemerintah lalu meluncurkan kartu prakerja, yang sebenarnya merupakan program Jokowi dalam kampanyenya setahun silam. Kartu ini diharapkan menjadi solusi mengentaskan masalah para buruh sekarang.

Pada saat bersamaan, pemerintah juga mengesahkan RUU Minerba yang telah dibahas oleh panja RUU Minerba Komisi VII DPR RI dari Februari-Mei. Selain itu, pemerintah juga membahas RUU Cilaka (Cipta Lapangan Kerja) atau Cika. Kedua RUU tersebut ditargetkan pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan guna mengatasi pengangguran.

Wednesday, October 7, 2020 0 comments

Siksa Kapitalisme dalam Omnibus Law RUU Cilaka

Ancaman resesi ekonomi akibat dari pelbagai macam faktor ketidakpastian rupanya bukan sekadar asumsi para ekonom belaka. Melambatnya pertumbuhan ekonomi global selama satu dekade terakhir, turut membuat resah dan khawatir para pemangku kepentingan. Baru-baru ini, Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) kembali merevisi ramalan pertumbuhan ekonomi global 2020, dari sebelumnya ditaksir 3,0 persen menjadi 2,9 persen. Bagi Indonesia, kondisi ini bukan sesuatu yang mudah.

Jokowi di pelbagai kesempatan turut menegaskan akan tantangan berat yang sedang dan akan dihadapi ekonomi nasional – kendati ia tak lupa menekankan agar selalu optimis. Tentu saja tidak enteng menghadapinya. Apalagi kenyataan di periode pertama kekuasannya, (2014-2019) pertumbuhan ekonomi nasional stagnan di angka 5 persen. Ini membuktikan kalau paket kebijakan deregulasi yang diorbitkan semasa 2015-2019 nyaris tak memenuhi ekspektasi pertumbuhan 7 persen (seperti dijanjikan dalam kampanye pemilu 2014).

Menurut catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sepanjang 2014-2018, misal, realisasi investasi—baik itu penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA)—secara umum, mengalami peningkatan. Kendati ada peningkatan, tapi realisasinya cenderung

Thursday, October 1, 2020 0 comments

Perjuangan Kelas dan Omnibus Law

 

Keputusan rejim Jokowi-Ma’ruf membuat payung hukum sapu jagat atau Omnibus Law cilaka (Cipta Lapangan Kerja) hendaknya dipahami sebagai sikap kepatuhan terhadap kepentingan pasar bebas atau neoliberalisme. Eksplisit, sikap itu terefleksi dalam pernyataan presiden di pelbagai kesempatan, bahwa perkembangan pasar yang begitu dinamis, mengharuskan para pemangku kebijakan mengambil keputusan-keputusan kepentingan yang cepat. Hal itu hanya dimungkinkan manakala problem obesitas regulasi yang tumpang tindih, segera diatasi lewat kebijakan omnibus law.

RUU Omnibus Law dibuat dalam rangka merampingkan, menyederhanakan dan menghapus regulasi setingkat UU guna menarik investasi sebesar-besarnya demi terbukanya lapangan pekerjaan. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi nasional dapat meningkat. Betapapun agenda ini sangat problematik. Bila berkaca pada kebijakan Jokowi sebelumnya, tak jarang kebijakan yang dibuat berujung pada pengebirian hak-hak warga negara.

Tuesday, September 29, 2020 0 comments

Sekali Lagi Tentang Peristiwa 65: Apa Yang Harus Diperjuangkan?

 

Setiap melewati bulan September-Oktober, kita sekali lagi diingatkan pada petaka berdarah 1965 yang mengubah keadaan rakyat sedemikian rupa seperti belum merdeka. Tahun lalu, ketika peristiwa itu tepat melewati masa 50 tahun, sebagian elemen masyarakat telah bahu-membahu mengangkat peristiwa ini ke panggung nasional hingga internasional dengan berbagai macam cara. Salah satunya adalah inisiatif yang dilakukan oleh Pengadilan Rakyat Internasional (International Peoples Tribunal – IPT 65) serta pemutaran film dokumenter dan diskusi sejarah di ratusan tempat di Indonesia.

Pengadilan Rakyat Internasional (International Peoples Tribunal – IPT 65) yang digelar pada 10-13 November 2015 lalu misalnya, telah mengeluarkan keputusan bahwa Indonesia dianggap telah melakukan 9 kejahatan terhadap kemanusiaan dalam peristiwa tersebut. Kejahatan itu berupa: pembunuhan massal, perbudakan, pemenjaraan, penghilangan paksa, penyiksaan, kekerasan seksual, persekusi, propaganda kebencian, dan pelibatan negara lain. Selain itu pengadilan juga memberikan rekomendasi permintaan maaf dari negara kepada korban, penyidikan dan pengadilan terhadap pelaku kejahatan kemanusiaan, rehabilitasi dan kompensasi kepada korban, dan juga pengungkapan kebenaran terhadap peristiwa 1965.

Wednesday, September 23, 2020 0 comments

Upaya Kuba Bersolidaritas Melawan Corona

 

Beberapa bulan terakhir manusia dihadapkan oleh kenyataan bahwa dirinya tak sekuat yang dibayangkan selama ribuan tahun. Suatu kekuatan tak kasat mata yang enggan diusir lewat mantra dan jampi-jampi kini berdiri di ambang pintu peradabannya. Virus. Ia pernah menghantui bumi beberapa kali dengan berbagai wujudnya, namun tak semengerikan hari ini. Sampai tulisan ini diketik, virus korona yang sempat diremehkan mulai unjuk gigi menampar keangkuhan manusia dengan mencabut puluhan ribu nyawa. Generasi ini menyaksikan langsung kekuatannya yang menyapu berbagai ibukota dunia, yang biasanya bergelimangan cahaya lampu kini bagaikan kota hantu. Sihirnya memblejeti kemahsyuran kapitalisme. Perekonomian dan panggung politik makin terguncang, dan rakyat pekerjalah yang tetap terkena imbasnya.

Ketika segenap penduduk bumi bersiaga, negara-negara mulai kewalahan dengan jumlah korban jiwa, satu negara pulau di sebelah utara Karibia tak gentar dan malah berani ambil sikap. Pertengahan Maret 2020, kapal pesiar MS Braemar dari Britania Raya dengan kurang lebih 700 penumpangnya ditolak merapat di setiap pelabuhan di kepulauan Karibia karena diduga membawa penumpang yang terinfeksi virus korona. Aneh tapi nyata, Kuba malah mempersilahkan kapal tersebut bersandar di Havana. Selain membantu evakuasi mereka pun mengirimkan tenaga medis untuk menanganinya. Setelah itu mereka bahkan menerbangkan tenaga medisnya ke Italia dan Spanyol.

Thursday, September 17, 2020 0 comments

Jejak Ketua Mao dalam Kitab Gerilya TNI 

            SEBUAH tesis setebal 156 halaman diuji pada 1 Juni 2001 dan dinyatakan lulus. Penulisnya, Michael Boden, kembali memperoleh titel master setelah mendapat yang pertama dari Vanderbilt University pada 1997.

Penelitian Boden menguak kiprah Friedrich Engels sebagai pemikir dan praktisi militer. Dalam bab pembuka, ia memaparkan betapa besarnya jarak antara Engels dan kolaboratornya, Karl Marx, ketika membicarakan perang. Engels selalu menapak di bumi. Sementara Marx selalu melontarkan “argumen khas debat kusir yang sama sekali tak menyentuh pertimbangan rasional militer”.

Ketika membahas Pertempuran Września, misalnya, Marx hanya mampu merutuki kelicikan balatentara Prusia: “Serdadu Prusia kabur ke tempat di mana mereka bisa memuntahkan pelor, granat berisi 150 biji gotri, dan peluru meriam, padahal yang mereka hadapi cuma tombak dan sabit yang niscaya tak efektif dipakai dari jauh”.

Wednesday, September 9, 2020 0 comments

Black Panther Sebagai Simbol Perlawanan Terhadap Rasisme

               SLOGAN “Wakanda forever!” mungkin tak asing lagi buat kita yang pernah menonton Black Panther atau Avengers: Infinity War, film superhero adaptasi komik Marvel garapan almarhum Stan Lee. Kalimat itu merupakan semboyan para pejuang Kerajaan Wakanda yang biasanya dipekikkan sebelum pertarungan. Salah satunya oleh Raja T’challa yang juga dikenal sebagai sang Black Panther, jagoan berkulit hitam yang memiliki kekuatan super kombinasi unsur mistis dan kemajuan teknologi. Ditulis pada 1966, Stan Lee dan Jack Kirby terpengaruh oleh nuansa gerakan persamaan hak-hak sipil (civil rights) di Amerika Serikat saat itu. Dekade itu diramaikan antara lain oleh gerakan perjuangan hak sipil seperti yang diinisiasi Martin Luther King Jr., Malcolm X, hingga Black Panther Party.

Namun apa betul dua komikus itu menceritakan salah satu organisasi politik revolusioner kulit hitam di Oakland tersebut? Tentu saja tidak. Meski memiliki kesamaan nama dan saling berkelindan, Black Panther-nya Stan Lee dan Jack Kirby berbeda dengan Black Panther yang diinisiasi oleh Bobby Seale dan Huey Newton. Black Panther Party for Self-Defense atau Black Panther Party (BPP) dibentuk oleh dua orang mahasiswa kritis Bobby Seale dan Huey Newton pada Oktober 1966 di Oakland, California. Organisasi ini awalnya merupakan sebuah perkumpulan yang didirikan untuk mengkoordinir patroli bersenjata para warga setempat untuk memantau perilaku petugas kepolisian Oakland yang pada masa itu terkenal sewenang-wenang.

Thursday, September 3, 2020 0 comments

Belajar Realisme dari Master Sun

SEJARAH mencatat kekalahan demi kekalahan dari setiap perjuangan kelas pekerja di dunia sejak dua abad terakhir. Setidaknya hampir semua perjuangan, kalau saja sempat berhasil, takkan bertahan lama dan menjadi terkucil. Kita bisa mengingatnya sejak letupan senjata pada Revolusi Prancis, Revolusi 1848 di Eropa, Komune Paris, Spartakus di Jerman dan berbagai perjuangan kelas di belahan dunia lainnya.

Tentu ada pengecualian, seperti kemenangan gilang gemilang gerakan revolusioner para Bolshevik dalam Revolusi Oktober di Russia, perjuangan Tentara Merah Tiongkok melawan fasis Jepang dan oportunis Kuomintang, gerilya Gerakan 26 Juli yang menumbangkan diktator Batista dalam Revolusi Kuba, dan tentu saja para Vietcong yang dapat membikin Amerika Serikat angkat kaki dari Indochina dalam satu dua pukulan, meski episode-episode kemenangan tersebut juga tak lepas dari banyak tantangan.

Wednesday, September 2, 2020 0 comments

Agama adalah Candunya Orang-orang

 PERNAH dengar kutipan di atas? Kutipan terkenal itu diambil dari pembukaan salah satu paragraf dalam artikel Karl Marx yang berjudul A Contribution to the Critique of Hegel’s Philosophy of Rights (1843). Kalimat ini sering ditemui di beberapa literatur dari yang kekiri-an hingga yang kekanan-an. Seakan menjadi quotes identik dan selalu tersemat apabila mengingat nama Marx. Namun apa betul beliau menyatakan demikian? Soal intensi atau perasaan pribadi beliau, saya cuma bisa bilang wallahu a’lam bish-shawab. Pada kenyataannya memang tertulis demikian. Lantas apa dengan begitu kita ikut mengiyakan bahwa agama adalah candu bagi orang-orang? Karena kontroversial bukan kepalang pernyataan tersebut, apalagi di sini, di Indonesia. Di sinilah letak persoalan obrolan kita, soal kutip mengutip. Sebelum kita menjawab pertanyaan tadi, mari ngobrol sedikit soal kutipan atau biasa disebut quotes.
Saturday, August 29, 2020 0 comments

Keberadaan Kelas Menengah dan Borjuis Kecil

Pendahuluan

JIKA Anda diminta untuk membedakan antara Harimau Sumatera dan Harimau Siberia, saya yakin Anda akan dengan mudah melakukannya. Cukup melihatnya di ensiklopedi hewan atau wikipedia. Selain berbeda subspecies, sifat dan ciri fisik mereka pun dapat diklasifikasi perbedaannya. Namun bagaimana bila Anda bertemu dengan harimau di tengah hutan? Dapatkah Anda langsung mengenalnya? Bisa, tapi bagi orang awam dan bukan pawang atau ahli harimau tentu saja sulit. Sehingga kita cenderung menyamakan harimau tersebut menjadi harimau saja. Hal ini menjadi sama ketika kita membicarakan persoalan kelas menengah. Lalu mengenai kelas yang lain seperti borjuis kecil kita cenderung memasukkan mereka ke dalam dua kelas dominan kapitalis-proletar atau bahkan sering melupakannya.

Sunday, August 23, 2020 0 comments

Kekerasan Sipil dan Kekuasaan Negara


   

 KEBERADAAN kelompok-kelompok sipil yang dapat menggunakan kekerasan secara ‘sahih’ di luar aparatus represif negara serta maraknya aksi-aksi intimidasi dan kekerasan oleh kelompok tersebut (vigilantisme), kerap menjadi catatan khusus dalam memahami proses demokratisasi di Indonesia. Pasalnya, meskipun demokratisasi di Indonesia telah berjalan lebih dari satu setengah dasawarsa, kekerasan sipil serta kelompok-kelompok vigilante tetap ada. 

Beberapa kasus kekerasan sipil yang mencuat pasca Reformasi antara lain pembubaraan diskusi, penganiayaan dan intimidasi terhadap kelompok minoritas serta penyerangan terhadap rumah ibadah. Namun, fenomena semacam itu bukan hal yang baru di Indonesia. Sepanjang Orde Baru, kekerasan sipil juga telah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari yang berpuncak pada pengorganisasian kelompok preman dalam wadah Pemuda Pancasila.

Thursday, August 20, 2020 0 comments

Moral Komunis

 ADAKAH suatu teori Marxis mengenai moral? Perlukah seorang Kiri berbicara mengenai moralitas? Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan sejumlah pokok bahasan yang menjadi bahan diskusi dan debat yang intens di berbagai lingkaran-lingkaran intelektual.

Setidaknya ada dua sangkaan mengenai posisi moralitas dan dalam korpus pemikiran Marxis dan implikasinya. Yang pertama adalah sangkaan konservatif, yang menganggap bahwa 1) tidak ada ruang mengenai pembahasan moralitas dalam korpus Marxisme atau 2) prinsip utama moral politik Kiri adalah sebentuk Machiavellianisme yang vulgar, yang menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan politiknya. Implikasinya, menurut pembacaan yang juga khas bernuansa Perang Dingin ini, adalah bahwa ujung dari penerapan Marxisme dalam politik adalah rezim-rezim Stalinis dengan segala macam permasalahan dan dosanya.

Wednesday, August 19, 2020 0 comments

Membuka Lagi Buku Das Kapital

SEBAGIAN dari Anda yang sering membaca buku dan juranal ilmiah tentang Ekonomi politik barangkali kerap menemukan istilah pekerja, kapitalis, laba, eksploitasi, nilai-lebih, akumulasi, fetisisme, kapital, alienasi dan lain-lainnya. Tapi apakah Anda betul-betul memahami makna dari istilah tersebut? Membaca beragam istilah tersebut, jujur saja saya pribadi terkadang mesti mencarinya di Google atau bahkan membuka buku lainnya untuk memahami maknanya.

Tidak bisa kita pungkiri bahwa istilah semacam itu agak sulit dipahami secara langsung, apalagi untuk mereka yang jarang membaca tulisan-tulisan bertema teori atau kajian spesifik tertentu. Mengapa demikian? Sebab, kata-kata itu mewakili suatu kenyataan yang dirangkum ke dalam satu atau dua kalimat tertentu agar lebih mudah dipahami oleh orang lain – dalam arti lain kata-kata itu merupakan perwujudan dari sebuah konsep. Inilah yang sering ditemukan ketika kita membaca karya tulis atau artikel ilmiah, entah itu ilmu alam ataupun ilmu sosial. Dalam ilmu alam contohnya, kata evaporasi dan kondensasi memiliki arti yang berbeda. Jika evaporasi merupakan proses penguapan yang mana molekul dengan bentuk cair menjadi bentuk gas, maka kondensasi adalah proses yang sebaliknya.

Wednesday, August 12, 2020 0 comments

Masih Relevankah Membaca Das Kapital Pada Membaca Situasi Saat Ini?

            Das Kapital merupakan bacaan yang tak asing bagi Anda yang gemar membaca literatur bertema ekonomi dan politik. Buku ini berisi kritik atas teori serta sistem ekonomi kapitalisme yang ditulis oleh Karl Marx satu setengah abad yang lalu. Volume pertamanya terbit pertama kali pada tahun 1867 dan dua volume selanjutnya dilanjutkan lalu diterbitkan pada tahun 1885 serta 1889 oleh kawan baiknya, Friedrich Engels.

Apabila Charles Darwin menulis Origin of Species untuk menjelaskan asal-usul kehidupan mahkluk hidup di bumi, Marx menjelaskan asal-usul sistem ekonomi yang menjadi landasan kehidupan dunia modern lewat Das Kapital. Dari banyaknya tulisan Marx-Engels, buku ini merupakan kunci yang menghantarkan kita kepada pintu realitas riil dari cara kerja sistem kapitalisme. Lalu bagaimana untuk Anda yang jarang bersentuhan dengan kajian ekonomi dan politik? Buku tebal berisi ribuan kata dan rumus itu sudah pasti tak mencuri perhatian Anda. Apabila disejajarkan karena ketebalannya, ketimbang membaca Das Kapital tentu saja Anda pastinya lebih memilih membaca buku A Song of Ice and Fire alias Game of Thrones.

Thursday, August 6, 2020 0 comments

Konsepsi Marx tentang Komunisme (Bagian II)


I.                   Komunisme sebagai Perserikatan Merdeka

DALAM Kapital, Volume I, Marx berargumen bahwa kapitalisme adalah suatu moda produksi sosial yang ‘terdeterminasi secara historis’, di mana produk kerja ditransformasikan menjadi komoditas, dengan akibat bahwa individu-individu hanya dinilai sebagai produsen, dan keberadaan manusia ditundukkan pada kegiatan ‘produksi komoditas’. Karenanya, ‘proses produksi’ telah ‘menguasai manusia, bukannya dikontrol olehnya’. Kapital ‘tidak peduli sama sekali pada panjangnya kehidupan buruh’ dan tidak menganggap penting peningkatan kondisi kehidupan kaum proletar. Kapital ‘mencapai tujuan ini dengan memperpendek usia buruh, seperti halnya petani yang serakah mengambil lebih banyak hasil panen dari tanah dengan mencuri kesuburannya’.

Dalam Grundrisse, Marx menyebut bahwa dalam kapitalisme, ‘karena tujuan kerja bukanlah untuk menghasilkan produk tertentu [dalam hubungan dengan] kebutuhan-kebutuhan spesifik individu, melainkan untuk mendapatkan uang […],

Saturday, August 1, 2020 0 comments

Konsepsi Marx tentang Komunisme (Bagian I)


I.                   Di mana dan Mengapa Marx Menulis tentang Komunisme

MARX menetapkan bagi dirinya sendiri tugas yang sepenuhnya berbeda dengan kaum sosialis sebelumnya; prioritas mutlaknya adalah ‘menyingkapkan hukum gerak ekonomi masyarakat modern’. Tujuannya ialah mengembangkan kritik menyeluruh atas moda produksi kapitalis, yang akan mendukung kaum proletar, subjek revolusioner yang utama, dalam menggulingkan sistem sosial-ekonomi yang ada sekarang.

Selain itu, karena ia sama sekali tak berharap untuk menciptakan agama baru, Marx menahan diri untuk tidak mempromosikan gagasan yang menurutnya secara teoretis tidak berfaedah dan secara politis kontra-produktif: model universal masyarakat komunis. Karena alasan inilah, dalam ‘Penutup Edisi Kedua’ (1873) dari Kapital, Volume I (1867), ia menjelaskan bahwa dirinya tidak punya minat untuk ‘menulis resep-resep bagi toko-toko masakan di masa depan’. Ia juga menerangkan maksud pernyataan terkenal ini dalam ‘Catatan-Catatan Kecil untuk Wagner’ (1879-80), di mana sebagai respon atas kritik dari ekonom Jerman Adolph Wagner (1835-1917), ia menegaskan bahwa dirinya tak pernah ‘menegakkan suatu ‘sistem sosialis’.

Wednesday, July 22, 2020 0 comments

Jalan Terbuka Materialisme Historis

            Setelah beberapa bulan membahas krisis COVID-19 dan Gerakan Black Lives Matter, kali ini saya baru berkesempatan untuk memberikan tanggapan atas analisis yang sangat apik dari Hendra Manggopa. Alangkah bahagianya ketika mengetahui bahwa tulisan saya dibaca dan ditanggapi oleh salah satu intelektual libertarian kanan Indonesia yang ahli dalam tradisi pemikiran Mazhab Austria.

Dalam tulisan di website Suara Kebebasan yang berjudul Jalan Buntu Materialisme Historis, Hendra Manggopa mengupas cara berpikir khas Marxian yaitu materialisme historis. Selain itu, dia juga meringkas soal bagaimana masyarakat kapitalisme dijelaskan lewat Das Kapital Volume I (1867) oleh Marx. Rangkuman apik ini bersepakat dengan analisis libertarian kanan Djohan Rady, Marxisme: Narasi Ideologis yang Tak Faktual bahwa menurutnya Marxisme adalah narasi ideologis ketimbang kajian sosial ilmiah yang mempunyai basis material dan empiris. Klaim inilah yang kiranya menarik untuk dibahas.

Thursday, July 16, 2020 0 comments

Siapakah Lumpen-proletariat?

 RAKYAT miskin, terutama mereka yang tidak menjadi bagian dari kelas pekerja, merupakan salah satu objek diskusi yang mungkin masih penuh dengan ketidakjelasan dalam tradisi Marxisme (lihat Bussard 1987; Draper 1972). Ini terutama terkait dengan ekspresi politik mereka, yang dalam tulisan Karl Marx dan Friedrich Engels sering disebut dengan nada negatif dan peyoratif sebagai lumpen-proletariat. Pengertian umum, terutama yang mengacu pada Manifesto Komunis (1848), amat tegas menyebutkan lumpen-proletariat sebagai kelas yang reaksioner, konservatif, dan berbahaya bagi perjuangan kelas karena mereka mudah disuap untuk mendukung kepentingan kelas kapitalis. Tapi apa dan siapa sebenarnya yang disebut oleh Marx sebagai lumpen-proletariat? Mengapa Marx dan Engels amat sinis menjelaskan peran politik lumpen-proletariat dalam masyarakat kapitalis?

Para teoretisi Marxis selama ini telah keliru memahami lumpen-proletariat sebagai kelompok sosial (underclass, non-kelas) dengan bentuk keagenannya yang spesifik, yakni yang reaksioner dan berbahaya. Kekeliruan itu sama persis dengan pandangan yang secara eksklusif menempatkan kelas pekerja sebagai agen transformatif yang utama dan satu-satunya.

Friday, July 10, 2020 0 comments

Marxisme dan Neurosains

  

APA yang ada di bayangan kamu ketika mendengar neurosains? Sebelum mengetahuinya dari dosen dan teman sekampus, saya pasti berpendapat bahwa itu adalah semacam ilmu pengetahuan eropa. Karena euro dan sains, lalu huruf n-nya kira-kira apa ya? Intinya tidak semua orang mengetahui neurosains. Bukan karena tidak gaul atau kurang update. Tapi memang ilmu ini belum menjadi salah satu bahasan utama di masyarakat kita, khususnya Indonesia. Padahal kajian ini cukup seru dan penting. Pernahkah kalian tahu jikalau jantung kita itu dikendalikan oleh bagian otak yang bernama medulla oblongata? Atau kesadaran dan tidur kita dikendalikan oleh bagian otak yang bernama thalamus? Lewat neurosains inilah hal-hal aneh tersebut dibahas. Apa Anda tertarik? Atau tidak sama sekali? Kalau tidak tertarik lebih baik lanjut lagi scroll Twitter atau Instagram Anda.

Thursday, July 2, 2020 0 comments

Marxisme dan Meditasi

 

APAKAH ada di antara Anda yang mengatahui soal meditasi atau bahkan pernah bermeditasi? Ya, betul. Duduk bersila, memangku tangan di pangkuan, memejamkan mata sambil mengatur nafas pelan-pelan. Jika belum pernah mencoba, barangkali Anda minimal pernah mengetahuinya. Jika kurang jeli, mungkin terlihat sedikit tak berbeda dengan berdoa, bertapa atau mungkin tertidur. Padahal sebenarnya sungguh berbeda. Meditasi dalam KBBI didefiniskan menjadi pemusatan pikiran dan perasaan untuk mencapai sesuatu. Secara umum, meditasi merupakan praktik seorang individu atau kelompok dengan menggunakan berbagai Teknik. Misalnya dengan penuh perhatian, memfokuskan pikiran, atau mengamati suatu objek sepenuhnya dalam melatih kesadaran hingga mampu mencapai ketenangan fisik dan batin. Praktik ini telah lazim digunakan dalam budaya timur sejak sebelum masehi, khususnya di India lewat tradisi Hindu dan Buddha. Para Sadhu-Sadhvi dan Bhiksu-Bhiksuni masih mempraktikannya sampai hari ini. Tujuannya tentu saja untuk mendapatkan ketenangan batin dan mencapai suatu pencerahan.

Thursday, June 25, 2020 0 comments

Marxisme dan Pisau Dapurnya

 

APAKAH Anda pernah menonton acara memasak yang dibintangi oleh Chef Farah Quinn atau Chef Marinka? Jika ya, coba perhatikan ketika para chef itu secara cekatan memotong bahan masakan dengan pisau. Rasa-rasanya sungguh membuat kita seketika menelan air liur, karena lapar tentunya. Lalu apa hubungannya memasak dengan tulisan ini? Tulisan ini saya niatkan sebagai tanggapan atas tulisan Fathul Purnomo yang, menurut saya, cukup menarik dan penting untuk didiskusikan lebih lanjut.

Alangkah baiknya langsung kita mulai saja. Beberapa dari Anda mungkin memiliki laptop dan smartphone, minimal handphone. Sempat terpikirkah dari mana dan apa yang memungkinkan handphone ada bersama dengan Anda sekarang di toilet? Meski tidak terlalu penting, barangkali sambil, melamun cobalah sekali-sekali Anda renungkan, karena hal ini yang akan saya bahas dalam tulisan ini.

Manusia dan Teknologi

Wednesday, June 17, 2020 0 comments

Che dan Strategi Gerilyanya

 

PADA tanggal 9 Oktober 52 tahun yang lalu, seorang laki-laki berambut panjang berantakan, berpakaian lusuh dan kotor tergeletak tak bernyawa setelah dimuntahi tiga timah panas oleh salah seorang sersan tentara Bolivia. Dikarenakan beberapa anggota pasukannya mati di pertempuran, sersan ini secara sukarela mengajukan diri menjadi algojo dalam pengeksekusian di La Higuera pagi itu. Laki-laki yang terbaring berlumur darah di lantai kamar itu tak lain merupakan Ernesto ‘Che’ Guevara.

Sang revolusioner kelahiran Argentina itu membantu Fidel dan Raul Castro menyingkirkan rezim Fulgencio Batista di Kuba. Dibandingkan kemenangannya yang gemilang di Santa Clara, kisahnya di Bolivia kala itu sungguh tragis dan berbeda. Terlepas dari beragam kontroversinya, setengah abad telah berlalu namun wajahnya hingga kini masih terpampang dari alun-alun Havana sampai menghiasi cover buku di salah satu toko buku di Jakarta. Lewat potretnya yang legendaris itu ia menjadi figur yang sangat populer, tak hanya di dunia aktivisme namun juga dalam budaya pop. Ia menjadi suatu simbol perlawanan di satu sisi dan menjadi suatu brand di sisi yang lain. Kisah heroiknya sudah banyak kita baca dan beberapa lainnya kita tonton di dalam film. Soal keberanian nan heroiknya, kita patut angkat topi. Perihal pemikiran kritisnya, tentu harus kita pelajari.

Tak hanya angkat senjata dan bergerilya di hutan belantara melawan tentara Batista, Che ternyata juga gemar membaca buku dan menuangkan gagasannya ke dalam tulisan. Dari beberapa karyanya, yang paling dikenal mungkin buku rangkuman pengalamannya dalam keikutsertaannya selama perang gerilya di Kuba. Salah satu rangkuman itu dibukukan pada tahun 1961 dan diberi judul La Guerra de Guerrillas atau dalam bahasa Inggris Guerrilla Warfare yang artinya Perang Gerilya. Selain Mao Zedong dan Ho Chi Minh, Che Guevara adalah salah satu revolusioner dari Amerika Latin yang berkontribusi dalam merumuskan kembali semangat perjuangan bersenjata dan metode perang gerilya dalam rangka perebutan kekuasaan, khususnya untuk kondisi geografis serta sosio-ekopol di Benua Amerika pertengahan abad ke-20. Che juga melanjutkan tradisi panjang analisis Kiri tentang persoalan militer yang dirintis Engels.

Saturday, June 13, 2020 0 comments

Kritik Alexandra Kollontai atas Prostitusi

AKHIR-AKHIR ini kita kerap menyaksikan pembahasan soal isu prostitusi di berbagai media. Mulai dari penertiban kegiatan prostitusi jalanan hingga penggrebekan prostitusi online. Dari sana, muncul suatu perdebatan tiada akhir di antara para hakim moral. Di satu sisi terdapat pihak yang menyalahkan sang pelaku prostitusi, namun di pihak yang lain beranggapan bahwa para pengguna jasalah yang patut disalahkan. Siapa yang benar dan siapa yang salah? Jika penasaran, rekaman dari perdebatan para hakim moral ini bisa Anda temukan di youtube dalam beberapa acara talkshow televisi lokal atau setidaknya dapat ditemukan di antara cuitan-cuitan bebas dalam dunia Twitter.

Sebagai pembelajar Marxis, di mana kira-kira posisi kita dan bagaimana kita menyikapinya?

Sebelum menjawab bagaimana menyikapi prostitusi, sebaiknya kita berkonsultasi dahulu kepada ahlinya. Untuk itu dalam kesempatan di bulan Maret 2020 yang penuh gegap gempita Hari Perempuan Sedunia ini, saya akan mengajak Anda berkenalan kembali dengan salah satu tokoh perempuan revolusioner bernama Alexandra Mikhailovna Domontovich atau sering kita kenal dengan nama Alexandra Kollontai. Melalui beliaulah kita akan belajar menghadapi persoalan yang bias antara logika dan moral tersebut.

Thursday, June 4, 2020 0 comments

Marxisme Menjawab Tantangan Libertarian

 

KAUM Marxis dan Libertarian sering tak sejalan, bukan hanya karena saling berseberangan dalam cara berpikir, namun juga posisi dalam bersikap. Sampai hari ini sudah sangat banyak perdebatan yang dilontarkan dan ditulis dari kedua belah pihak dalam membela posisinya masing-masing. Anda para pembaca pun barangkali sudah paham betul apa perbedaan mendasar dari Marxisme dan Libertarianisme, mengingat Kawan Martin Suryajaya telah menuliskan beberapa tulisan terbaiknya membahas perihal Libertarianisme di kolom Logika ini (misalnya tulisan ini).

Sejujurnya, selama ini saya hampir tidak pernah menggubris argumen para Libertarian, namun ada satu tulisan yang menurut saya perlu sedikit ditanggapi. Ditulis secara apik oleh seorang Libertarian muda berbakat bernama Djohan Rady di website Suara Kebebasan pada tahun 2016 yang lalu. Tulisan saya kali ini ditujukan membantu kawan di seberang jalan agar setidaknya paham bagaimana sesungguhnya cara bekerja metode berpikir marxisme.

Friday, May 29, 2020 0 comments

Memaknai Ulang Tentang Revolusi yang Cenderung ‘Berdarah-darah’

Kata ‘revolusi’ seringkali terdengar ketika seseorang semakin merasa jengkel atau bahkan ketika kekesalannya sudah memuncak akibat tindak-tanduk penguasa yang semakin tak mengenakan hati. Kata ini seakan menjadi obat dari segala keburukan dan segala kesewenang-wenangan, seakan-akan setelah revolusi maka sejarah berhenti untuk berputar kembali.

Revolusi yang dimaksud di sini adalah revolusi politik, revolusi-revolusi yang datang dengan wajah menakutkan karena ia membawa darah-darah untuk dikorbankan. Revolusi-revolusi seperti di Amerika, Prancis, Rusia, dan negara-negara lain yang kita barangkali sudah sangat familiar di buku sejarah.

Jika melihat dari anggapan umumnya, suatu perubahan yang besar dan cepat, maka siapa yang tidak tergiur revolusi jika dirinya termasuk dari golongan yang tidak beruntung? Membayangkan suatu tatanan yang lebih baik terasa begitu melegakan tetapi juga menyakitkan karena hal tersebut hanya berhenti sebagai harapan. Demonstrasi-demonstrasi yang belakangan terjadi tak luput dari harapan revolusi ini karena melihat bahwa tak ada harapan lagi untuk perubahan secara perlahan, harus ada aksi nyata yang signifikan.

Thursday, May 21, 2020 0 comments

Mitos ‘Marx Muda’ dalam Penafsiran-Penafsiran atas Naskah-Naskah Ekonomi-Filsafat tahun 1844 (Bagian III)

 

Superioritas, Patahan, atau Kontinuitas?

APAPUN disiplin akademik ataupun afiliasi politik mereka, para penafsir Naskah-Naskah Ekonomi-Filsafat tahun 1844 dapat dibagi ke dalam tiga kelompok. Yang pertama terdiri dari mereka semua yang, dengan mempertentangkan naskah-naskah Paris dengan Kapital, menekankan keutamaan teoretis karya yang lebih awal tersebut. Kelompok kedua secara umum menyepelekan signifikansi naskah-naskah tersebut, sementara kelompok ketiga condong pada tesis bahwa ada kesinambungan teoretis antara naskah-naskah tersebut dengan Kapital.

Mereka yang mengasumsikan pembelahan antara Marx ‘muda’ dan ‘dewasa’, dan berargumen tentang kekayaan teoretis yang lebih besar pada yang pertama, menampilkan Naskah-Naskah Ekonomi-Filsafat tahun 1844 sebagai tulisannya yang paling bernilai dan membedakannya secara tajam dengan karya-karyanya yang belakangan. Secara khusus, mereka cenderung untuk meminggirkan Kapital, seringkali tanpa mempelajarinya secara mendalam—buku dengan tuntutan yang lebih berat untuk dipelajari dibandingkan dengan sekitar dua puluh halaman pembahasan tentang kerja yang teralienasi dalam Naskah-Naskah Ekonomi-Filsafat tahun 1844, yang mengenainya hampir semua mengajukan perenungan-perenungan filosofis. Para perintis garis penafsiran ini adalah Landshut dan Meyer, kemudian segera disusul oleh Henri de Man.

Friday, May 15, 2020 0 comments

Mitos ‘Marx Muda’ dalam Penafsiran-Penafsiran atas Naskah-Naskah Ekonomi-Filsafat tahun 1844 (Bagian II)

 

Penafsiran awal dari (Naskah-naskah Ekonomi-Filsafat tahun 1844)

KETIKA pertama kali terbit pada tahun 1932, Manuskrip Ekonomi-Filsafat tahun 1844 menjadi salah satu materi utama pertentangan antara ‘Marxisme Soviet’ dan ‘Marxisme Barat’. Pengantar yang menyertai publikasi keduanya menghasilkan perbedaan pendekatan yang tajam. Viktor Adoratskii, direktur MEGA yang menggantikan David Ryazanov pada tahun 1931, setelah pembersihan Institut Marx-Engels (baru-baru ini berganti nama menjadi Marx-Engels-Lenin Institute), mempresentasikan tema manuskrip sebagai sebuah ‘analisis tentang uang, upah, bunga modal, dan sewa tanah’.

Sebaliknya, Landshut dan Meyer berbicara tentang sebuah karya yang ‘pada intinya sudah mengantisipasi Capital‘, karena ‘tidak ada ide baru yang fundamental’ yang nantinya muncul dalam oeuvre (karya-karya substansial) Marx. Manuskrip Ekonomi-Filsafat tahun 1844, tulis mereka, sebenarnya adalah karya utama Marx. Terlepas dari karakter yang jelas-jelas dipaksa dari klaim mereka bahwa manuskrip tahun 1844 adalah inti dari perkembangan pemikiran Marx, interpretasi ini segera mencapai kesuksesan besar dan bisa dilihat sebagai sumber asli dari mitos ‘Marx Muda/Young Marx’.

Herbert Marcuse juga menyatakan bahwa Manuskrip Ekonomi-Filsafat tahun 1844 memaparkan premis filosofis dari kritik Marx terhadap ekonomi politik. Dalam sebuah esai bertajuk ‘The Foundation of Historical Materialism’, yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1932 di Die Gesellschaft, Marcuse berpendapat bahwa ‘penerbitan Manuskrip Ekonomi dan Filsafat yang ditulis Marx pada tahun 1844 (ditakdirkan) menjadi peristiwa penting dalam sejarah studi-studi Marxis.’,

Thursday, May 7, 2020 0 comments

Mitos ‘Marx Muda’ dalam Penafsiran-Penafsiran atas Naskah-Naskah Ekonomi-Filsafat tahun 1844 (Bagian I)

 


 Dua edisi dari 1932

Naskah-naskah Ekonomi-Filsafat tahun 1844 (Economic-Philosophic Manuscripts of 1884) adalah salah satu di antara tulisan-tulisan paling terkenal Marx, dan yang paling banyak diterbitkan di seluruh dunia. Tetapi meskipun buku ini telah memainkan peran utama dalam interpretasi keseluruhan pemikiran Marx, namun untuk waktu yang lama, buku ini tidak dikenal hingga kemudian terbit hampir seabad setelah penyusunannya.

Penerbitan naskah-naskah ini sama sekali bukan akhir dari cerita. Sebaliknya, penerbitannya telah memicu perselisihan yang panjang tentang karakter dari teks tersebut. Beberapa menganggapnya sebagai karya yang belum matang dibandingkan dengan kritik Marx selanjutnya tentang ekonomi politik. Yang lain menilainya sebagai landasan filosofis yang tak ternilai untuk pemikirannya, yang kehilangan intensitasnya selama bertahun-tahun saat ia mengerjakan penulisan Kapital.

 
;